Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen dalam RAPBN 2025, Indef: Lebih Rasional

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 ditargetkan tetap di nomor 5,2 persen. Angka ini tetap sama dengan APBN pada 2024 nan menunjukkan pertumbuhan di nomor 5,2 persen. 

Peneliti Ekonomi Makro dan Finansial INDEF Riza Annisa Pujarama mengatakan berasas dugaan dasar makro di RAPBN 2025 tidak seoptimis tahun sebelumnya. “Tidak seoptimis tahun sebelumnya, tapi lebih rasional, sehingga diharapkan memenuhi sasaran pembangunan dan sasarannya bisa tercapai,” kata Riza dalam obrolan publik berjudul RAPBN 2025 di Masa Transisi nan Tempo pantau melalui Youtube INDEF pada Ahad, 18 Agustus 2024. 

Selain itu, Riza juga menyoroti dugaan inflasi di RAPBN 2025 sebesar 2,5 persen. Dia menyebut sasaran ini bakal bisa tercapai jika pemerintah tak meningkatkan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) nilai pangan dan daya nan stabil. 

“Di sisi lain inflasi nan rendah perlu diwaspadai lantaran bisa menjadi sinyal pelemahan daya beli. Pada gilirannya bakal memengaruhi pertumbuhan ekonomi,” kata dia.

Selain itu, Riza juga menyoroti laporan APBN Kinerja dan Fakta jenis Juli 2024 nan menunjukkan utang pemerintah telah menembus Rp8.444 triliun. Angka ini meningkat Rp91 triliun dibanding bulan sebelumnya ialah Rp8.353 triliun. Rasio utang juga meningkat menjadi 39,13 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), alias nyaris menyentuh 40 persen.

Riza mengatakan penarikan utang nan tinggi bakal berisiko pada kembang utang nan juga tinggi. “Imbal hasil dari penarikan utang kita sangat tinggi,” kata dia. 

Selain itu, Riza juga menyoroti bond yield Indonesia nan paling tinggi Asean dan tertinggi nomor dua di Asia dengan nomor 6.7070 yield. Dia menyebut pemerintah meski berupaya menurunkan bond yield ini lantaran bakal memberatkan di masa depan. 

“Ini nan memberatkan di masa depan untuk penarikan utang lebih banyak,” kata dia.  

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo juga turut menanggapi peningkatan utang tersebut. “Pemerintah mengambil langkah proaktif untuk mengantisipasi ketidakpastian dunia melalui penarikan utang nan berbasis pada elastisitas dan opportunistic approach,” ujarnya di media sosial X pribadinya @prastow, dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.

Iklan

Dengan pendekatan opportunistic, dia melanjutkan, penarikan utang dimungkinkan dilakukan lebih awal, demi memitigasi akibat di masa depan. Karena itu pada bulan Juni 2024 pemerintah menarik pinjaman lebih besar dari sebelumnya. Sehingga rasio utang terhadap PDB juga naik.

Meski demikian, anak buah Sri Mulyani tersebut menyatakan nomor rasio utang terhadap PDB Indonesia tetap tergolong moderat. Berdasarkan laporan paruh awal 2024, pemerintah memproyeksikan rasio utang hingga akhir 2024 sebesar 38,80 persen terhadap PDB.

“Pemerintah berbareng DPR memastikan perencanaan utang sebagai bagian kebijakan APBN dilakukan dengan baik, berhati-hati, dan memerhatikan dinamika dunia dan domestik,” ujarnya.

Hingga semester 1-2024, pemerintah telah menarik utang baru sebesar Rp214,69 triliun. Terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp206,18 dan pinjaman Rp8,1 triliun.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi mengatakan pemerintah boleh saja berutang, selama digunakan untuk pembangunan penunjang perekonomian, seperti misalnya infrastruktur. Menurut dia penggunaan pinjaman untuk prasarana seperti jalan tol bisa saja menguntungkan. Karena selain meningkatkan ekonomi, ada pendapatan negara dari pembayaran nan bisa digunakan untuk pembayaran utang.

Namun, pemerintah juga kudu mengukur kondisi lain, ialah pergerakan mata uang. Patokan kurs nan ditetapkan dalam APBN juga penting, lantaran jika prediksi rupiah tidak sesuai dengan sasaran bakal berpengaruh pada pembayaran angsuran dan bunga. Akan ada selisih kelebihan nan kudu dibayar. “Kalau asumsinya meleset dari target, pasti pemerintah rugi,” kata dia kepada Tempo.

Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis