TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Satuan Tugas Perumahan presiden terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan program pembangunan tiga juta rumah merupakan sasaran dalam setahun, sehingga satu periode pemerintahan selama 5 tahun bisa terdapat 15 juta rumah nan terbangun.
Hashim, nan juga adik kandung Prabowo, mengatakan bahwa program pembangunan 3 juta hunian setiap tahun itu terdiri dari pembangunan 1 juta apartemen di perkotaan dan dua juta unit rumah di pedesaan.
"Bukan tiga juta (satu periode pemerintahan). Kita mau bikin tiga juta rumah setiap tahun," ujar Hashim di Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Target ini terlihat ambisius jika dibandingkan dengan nan dilaksanakan pemerintahan Presiden Jokowi saat ini, ialah membangun 10 juta rumah dalam 10 tahun
Menanggapi sasaran besar itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk alias BTN mengusulkan tiga skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi guna mewujudkan program 3 juta rumah nan dicanangkan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Untuk subsidi kami membagi jadi tiga jenis usulan. Usulan ini kami sampaikan ke Satuan Tugas (Satgas) dan bakal diteruskan ke pemerintah baru,” kata Direktur Utama BTN Nixon L. P. Napitupulu kepada wartawan di Menara BTN, Jakarta, Selasa, 15 Oktober 2024.
Skema pertama ialah rumah desa, dengan sasaran membangun alias merenovasi sekitar 2 juta rumah di desa nan tidak layak huni.
Menurut Nixon, sebanyak 24 juta dari 27 juta rumah pengguna listrik 450 watt, alias lebih dari 90 persen, tergolong rumah tidak layak huni. Untuk itu, skema ini bakal difokuskan pada pembangunan alias pembaharuan rumah-rumah desa nan tidak layak huni.
Skema kedua adalah rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Ia menjelaskan skema ini mirip dengan nan diterapkan pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), namun dengan sejumlah penyesuaian.
Skema ini menyasar masyarakat nan tinggal di wilayah suburban, seperti Bekasi, Cikarang, Karawang, hingga Purwakarta, alias wilayah lainnya seperti Serang dan Cilegon.
Iklan
Skema ketiga adalah rumah urban nan menargetkan masyarakat berpenghasilan Rp12 juta hingga Rp15 juta per bulan. Fokusnya adalah menyediakan kediaman bagi pekerja di wilayah urban nan tidak bisa membeli rumah di pusat kota lantaran nilai nan terlalu tinggi. Solusinya adalah memanfaatkan lahan pemerintah, negara, dan BUMN untuk membangun apartemen nan terjangkau.
Dia mencontohkan pembangunan kediaman di atas lahan stasiun kereta (TOD/Transit Oriented Development) alias di lahan-lahan pemda seperti PD Pasar Jaya, di mana di bawahnya bisa dibangun 2-3 lantai untuk pasar dan di atasnya apartemen dengan nilai sekitar Rp400 juta hingga Rp500 juta. Dia menghitung nilai jual ini terjangkau oleh KPR dengan tenor 25-30 tahun.
Ia menambahkan nilai lahan di kota-kota besar sudah tidak terjangkau, sehingga solusi nan paling sesuai adalah kediaman vertikal.
“Di Jakarta, contohnya, ada lebih dari 140 letak PD Pasar Jaya. Kalau mau kita bangun, berfaedah ada 140 tower. Kemudian, juga ada lahan kereta api di Manggarai dan sebagainya. Jadi, banyak sebenarnya nan bisa dioptimalkan untuk perumahan golongan urban,” kata Nixon.
Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya beberapa tahun ini memanfaatkan bagian teratas pasar, nan biasanya tidak menarik pedagang untuk berjualan, sebagai letak futsal, bulu tangkis, alias karaoke dan tempat jajan.
Tempat olahraga itu kemudian disewakan untuk umum.
"Kami sudah mengusulkan menambah akomodasi seperti futsal dan bimbingan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)," kata Kepala Pasar Mampang Prapatan Robby Wahyudi seperti dikutip Antara, 21 November 2022
Pilihan Editor Meleset dari Target, Baru 16 Tower Rusun ASN di IKN nan Siap Huni Bulan Ini