TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, menyebut besaran iuran untuk sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam jasa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan alias BPJS Kesehatan bakal ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025. Penetapannya tepat sehari setelah sistem KRIS mulai diterapkan, ialah 30 Juni 2025.
"Penerapan KRIS bakal dimulai paling lambat 30 Juni 2025. Tarif dan iuran paling lambat bakal ditetapkan 1 Juli 2025. Jadi setelah penetapan, satu hari kemudian kita bakal melakukan penetapan iuran," kata Dante dalam Rapat Kerja berbareng Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 6 Juni 2024.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti. Dia menyebut, saat ini belum ada keputusan soal besaran tarif iuran KRIS.
"Belum ada nan fix. Kan di situ dijelaskan, mau kelak dievaluasi dan nan mengevaluasi bukan BPJS," tutur Ali Ghufron saat ditemui di sela rehat Rapat Kerja berbareng Komisi IX.
Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebelumnya resmi menghapus sistem kelas 1, 2 dan 3 jasa BPJS Kesehatan. Sebagai gantinya, pemerintah bakal menerapkan sistem KRIS. Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Regulasi ini telah diteken Jokowi pada 8 Mei 2024 lalu.
Pasal 103B ayat (1) Perpres tersebut mengatakan, penerapan akomodasi ruang perawatan berasas KRIS bakal mulai diberlakukan secara menyeluruh di Indonesia paling lambat 30 Juni 2025.
Iklan
Sementara pada Pasal 103B ayat (8) Perpres iru, iuran BPJS Kesehatan dengan sistem KRIS bakal ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025. Penetapan ini didasarkan oleh pertimbangan dan koordinasi akomodasi ruang perawatan pada jasa rawat inap.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun mulai menggodok peraturan menteri kesehatan (Permenkes) nan bakal mengatur teknis sistem KRIS di seluruh rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sejumlah klausul nan tengah digodok di antaranya kesiapan rumah sakit hingga penyesuaian iuran peserta.
Merujuk pada Pasal 51, peserta dapat meningkatkan perawatan nan lebih tinggi dari haknya, termasuk rawat jalan eksekutif. Caranya adalah dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan alias bayar selisih antara biaya nan dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya nan kudu dibayar akibat peningkatan pelayanan.
Selisih antara biaya nan dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan pelayanan dapat dibayar oleh tiga kelompok. Bisa oleh peserta nan bersangkutan, pemberi kerja alias asuransi kesehatan tambahan.
Pilihan Editor: Wamenkes: 1.503 Rumah Sakit Siap Terapkan KRIS BPJS Kesehatan