Info Politik | CNN Indonesia
Jumat, 25 Okt 2024 18:52 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Aktivis kewenangan asasi manusia, Todung Mulya Lubis, memberikan komentar terhadap proses peradilan kasus korupsi nan melibatkan mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming. Ia menyoroti adanya miscarriage of justice alias peradilan sesat, nan menurutnya, disebabkan oleh sikap pengadil nan berat sebelah dalam menangani kasus tersebut.
"Bentuk miscarriage of justice nan paling mencolok adalah tidak dipenuhinya kewenangan atas fair trial. Hakim melakukan cherry picking terhadap perangkat bukti nan dihadirkan selama persidangan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/10).
Menurut salah satu pendiri Indonesia Corruption Watch (ICW) ini, vonis nan dijatuhkan kepada Maming dipaksakan dan tidak berdasar pada bukti kuat. Ia memandang pengadil condong memilih perangkat bukti nan sesuai dengan dakwaan penuntut umum dan mengabaikan bukti lain nan bertentangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sikap berat sebelah seperti ini jelas merupakan unfair trial. Jika perangkat bukti nan ada dilihat secara fair, sebenarnya dakwaan penuntut umum tidaklah terbukti," imbuh dia.
Ia juga mengkritik bangunan norma nan digunakan pengadil dalam memutuskan perkara ini, khususnya mengenai Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi nan diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Menurutnya, pengadil condong memaksakan penafsiran bahwa untung upaya nan didapatkan Maming dianggap sebagai 'pemberian hadiah'. Penafsiran seperti ini jelas merupakan corak afinitas norma nan dilarang dalam norma pidana lantaran melanggar prinsip legalitas.
"Padahal, afinitas merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas, nan merupakan prinsip paling mendasar dalam norma pidana," ucapnya.
Todung menambahkan bahwa meski korupsi adalah masalah serius, penegakan norma tidak boleh dilakukan secara serampangan alias mengorbankan prinsip keadilan. jika terjadi miscarriage of justice, maka terdakwa semestinya dinyatakan bebas.
Sebagai langkah konkret, dia pun berencana mengirimkan sebuah amicus curiae kepada Mahkamah Agung sebagai bahan pertimbangan dalam proses Peninjauan Kembali (PK) kasus Maming.
"Indonesia memang tidak mengenal langkah retrial seperti nan ada di Inggris. Namun keberadaan lembaga peninjauan kembali bisa menjadi opsi untuk melakukan koreksi ini," pungkas dia.
(rir)
Yuk, daftarkan email jika mau menerima Newsletter kami setiap awal pekan.
Dengan berlangganan, Anda menyepakatikebijakan privasi kami.