TEMPO.CO, Jakarta - Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin menolak memproses rencana publikasi obligasi daerah. “Obligasi wilayah selama saya menjabat tidak perlu, lantaran saya tidak mau," kata dia dalam keterangannya, Jumat, 21 Juni 2024.
Bey meminta rencana tersebut diputuskan saat gubernur Jawa Barat terpilih. "Jadi saya bilang obligasi jangan pada periode saya, silakan pada Gubernur definitif," kata dia.
Ia mengatakan obligasi wilayah nan merupakan pinjaman daerah jangka menengah dan panjang nan berasal dari masyarakat sehingga perlu diperhatikan peruntukkannya.
Obligasi wilayah kudu dipakai sebesar-besarnya untuk membiayai aktivitas sektor publik. Obligasi wilayah juga kudu memberikan pemanfaatan bagi masyarakat nan menjadi urusan pemerintah provinsi Jawa Barat.
Ia berambisi agar obligasi wilayah dipertimbangkan dengan matang agar tidak membebani anggaran pemerintah provinsi. Biaya nan menjadi beban publikasi obligasi wilayah tersebut di antaranya biaya bunga, biaya penjualan, serta biaya administrasi.
"Saya bilang minta diperhatikan betul jangan sampai membebani Pemerintah Provinsi ke depan, dan peruntukkannya untuk apa itu kudu sangat (secara) keekonomiannya kudu betul," kata dia.
Catatan Tempo, pemerintah provinsi Jawa Barat menjadi satu-satunya pemerintah wilayah nan dinilai pemerintah paling siap menerbitkan obligasi daerah. Rencananya publikasi obligasi wilayah tersebut sudah menjadi rencana lama pemerintah provinsi Jawa Barat.
Iklan
Di era Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, obligasi wilayah diproyeksikan menjadi salah satu rencana sumber pendanaan pemerintah provinsi. Jawa Barat juga menjadi pilot project publikasi obligasi daerah.
“Jabar dianggap manajemen keuangannya sangat baik maka bakal dijadikan pilot project untuk mempercepat pembangunan melalui sumber pendanaan obligasi wilayah konvensional alias syariah ialah sukuk," kata Ridwan Kamil, pada 3 Juli 2023.
Saat itu Ridwan Kamil berdasar APBD hanya bisa membiayai 10 persen dari kebutuhan pembangunan Jawa Barat.
Ia menyebut Jabar memerlukan biaya sebesar Rp800 triliun untuk mengejar mimpi prasarana nan sangat paripurna. Sedangkan dalam 5 tahun pembangunan prasarana hanya sanggup Rp50 triliun.
"Kebutuhan pembangunan Jabar itu Rp800 triliun, dalam 5 tahun prasarana kita hanya sanggup Rp 50 triliun. Jadi butuh 80 tahun untuk mengejar sebuah mimpi infrastrukturnya menjadi sangat paripurna," tuturnya.
Pilihan Editor: BP Tapera Sebut 80 Persen Dana Pengelolaan Ditempatkan di Obligasi Negara Termasuk SUN, Ini Artinya