TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan organisasinya menolak Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera nan bakal memungut 3 persen penghasilan pekerja. Dia menyebut patokan itu bakal memiskinan para pekerja pikulan online.
“Kami menolak potongan Tapera lantaran memiskinkan pekerja angkutan online seperti taksol (taksi online, ojol (ojek online), dan kurir,” kata Lily dalam keterangan tertulis pada Kamis, 6 Juni 2024.
Tak hanya itu, Lily juga menyoroti akibat patokan ini terhadap para pekerja pikulan online perempuan. Dia menyebut patokan ini juga bakal turut memiskinan wanita lantaran status pekerja mereka hanya mitra dan tak bisa mendapat cuit menstruasi dan melahirkan.
“Setiap bulan kami kehilangan kesempatan pendapatan selama 2 hari lantaran tidak diberikan libur haid. Lebih mengenaskan lagi kami bakal kehilangan penghasilan 3 hingga 6 bulan lantaran kewenangan libur melahirkan kami dirampas,” kata Lily.
Ia bercerita pungutan 3 persen untuk Tapera juga belum termasuk potongan dari aplikator alias mitra kerja sebesar 20 persen. Dia menyebut aplikator juga kadang memotong penghasilan pekerja pikulan online sebesar 30 hingga 70 persen.
“Belum lagi potongan aplikator nan melanggar patokan pemisah maksimal 20%, lantaran sehari-hari kami dipotong antara 30%-70% dari setiap orderan nan kami kerjakan,” kata dia.
Ia juga mengatakan bahwa pekerja pikulan online juga tak mendapat akomodasi layak seperti pada umumnya. Dia menyebut para pekerja ini tak mendapat BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
“Kami terpaksa bayar sendiri iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan lantaran status mitra. Seharusnya ini adalah tanggungjawab aplikator untuk bayar iuran tersebut,” kata dia.
Oleh lantaran itu, Lily meminta pemerintah tak hanya mencabut PP Tapera, tapi mengakui pekerja pikulan online dalam undang-undang. “Segera mengesahkan kami sebagai pekerja tetap di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nan saat ini sedang diselesaikan mengenai perlindungan pekerja pikulan berbasis aplikasi,” kata dia.
Selanjutnya: Kemenaker: Kami Masih Public Hearing