Tolak RUU Penyiaran, Koalisi Seni: Menghalangi Kebebasan Berkesenian

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Koalisi Seni mengkritik Rancangan Perubahan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran). Organisasi itu menilai RUU Penyiaran berpotensi menghalangi pemenuhan kebebasan berkesenian. 

Koalisi Seni menilai sejumlah kewenangan bakal dibatasi melalui perubahan peraturan itu, seperti kewenangan untuk berkarya tanpa sensor dan intimidasi, kewenangan untuk mendapatkan dukungan, jalur pengedaran dan balas jasa atas karya, serta kewenangan untuk ikut serta dalam kehidupan kebudayaan.

"Koalisi Seni menemukan 3 masalah utama dari RUU Penyiaran," kata Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, dalam pernyataan resminya, dikutip Kamis, 30 Mei 2024.

Hafez menjelaskan persoalan pertama akibat RUU Penyiaran adalah lahirnya lembaga sensor baru nan menakut-nakuti kebebasan seniman. Kondisi ini diakibatkan ekspansi tugas dan kewenangan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dari nan sebelumnya mengawasi menjadi mengatur isi dan konten siaran. 

Melalui ketentuan dalam RUU Penyiaran, dia menjelaskan berkuasa untuk mengeluarkan surat kepantasan isi siaran berasas Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Penyiaran (SIS) nan ditetapkan tanpa tanggungjawab melibatkan pemangku kepentingan nan lain. Kondisi ini, kata dia, bakal menghalang tercapainya cita-cita RUU Penyiaran, ialah terciptanya siaran nan merefleksikan aspirasi masyarakat nan beraneka ragam. 

Lebih lanjut, persoalan kedua nan dia soroti adalah potensi kriminalisasi dan pembungkaman pada seniman akibat tanggungjawab sensor internal. Kondisi itu terjadi dengan dalih mematuhi P3 dan SIS nan didasarkan pada nilai subjektif dan multitafsir, seperti agama, moral, dan budaya istiadat. 

"Pembatasan seperti ini bakal berpotensi semakin membungkam ekspresi dari masyarakat minoritas dan golongan rentan," ujarnya. 

Terakhir, dia menerangkan bahwa persoalan ketiga berasosiasi dengan penyempitan ruang sipil akibat ekspansi ruang lingkup penyiaran ke ranah digital. Padahal, kata dia, ruang lingkup sebelumnya hanya mencakup televisi dan radio nan menggunakan gelombang publik. 

Iklan

Keadaan tersebut bakal mengakibatkan semakin hilangnya ruang bagi seniman untuk dapat mendistribusikan karyanya, khususnya bagi mereka nan selama ini memilih platform digital sebagai kanal pengedaran utama. 

Dia menilai ketentuan dalam RUU Penyiaran tidak hanya berakibat negatif bagi seniman, namun juga bakal mencederai kewenangan masyarakat untuk mengakses karya sesuai dengan preferensi dan kebutuhan mereka.

Bercermin dari ketiga masalah itu, Koordinator Penelitian Koalisi Seni, Ratri Ninditya, menyatakan bahwa organisasi mengusulkan tiga usul. Pertama, mengubah naskah RUU Penyiaran secara keseluruhan guna menghilangkan pengaturan anti kebebasan berkesenian. 

Kedua, Ratri mengusulkan pemerintah mengubah pendekatan sensor menjadi pengelompokkan usia nan disertai peningkatan literasi penonton. Ketentuan ini ditujukan agar membentuk masyarakat nan dewasa dalam memilih dan menilai siaran nan layak.

"Ketiga, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk seniman, dalam pembahasan RUU Penyiaran guna memastikan patokan nan dihasilkan ditujukan demi kepentingan publik," tuturnya.

Pilihan Editor: Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna: Hilangkan Pasal-pasal Bermasalah di RUU Penyiaran

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis