TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah turun hingga Rp 40 triliun per Agustus 2024. Jumlah utang pemerintah per akhir Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun, turun dibandingkan jumlah pada Juli 2024 ialah Rp 8.502,69 triliun.
“Sementara itu, ditinjau dari posisi utang pemerintah nan outstanding, jumlah utang pemerintah per akhir Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun,” demikian tertulis dalam kitab APBN Kita jenis September 2024, dikutip pada Sabtu, 28 September 2024.
Rasio utang per akhir Agustus 2024 mencapai 38,49 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlah itu konsisten terjaga di bawah pemisah kondusif 60 persen PDB, sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menurut catatan Kemenkeu per akhir Agustus 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup kondusif dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,95 tahun.
Risiko tingkat kembang dan akibat nilai tukar juga terkendali, menggunakan suku kembang tetap/fixed rate (80 persen total utang) dan dalam rupiah (72,12 persen total utang). Hal ini, menurut Kemenkeu, selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Menurut Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Riko Amir, penurunan utang disebabkan oleh pembayaran utang jatuh tempo pada periode tersebut.
Iklan
“Jatuh tempo di satu tahun itu nggak di satu titik, disebar juga. Jadi, mungkin pas bulan itu ada jatuh tempo nan sangat besar, jadi utangnya turun,” kata Riko saat taklimat media Kementerian Keuangan 2024 nan diadakan di Serang, Banten pada Kamis, 26 September 2024.
Jika dirinci berasas instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN). Mengutip info Kemenkeu per 31 Agustus 2024, rinciannya adalah 88,07 persen SBN dan 11,93 persen pinjaman.
Hingga akhir Agustus, publikasi SBN tercatat sebesar Rp 7.452,56 triliun. Penerbitan tersebut mencakup SBN domestik dan SBN kurs asing alias valas. SBN domestik mendominasi dengan jumlah 71,66 persen alias Rp 6.063,41 triliun, sedangkan SBN valas sebesar 16,42 persen alias Rp1.389,14 triliun.
Adapun, sisanya adalah pinjaman sebesar Rp1.009,37 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 39,63 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 969,74 triliun.
Pilihan Editor: Kala Faisal Basri Kritik Utang Pemerintah nan Terus Meningkat hingga Harus Berutang untuk Bayar Bunga