TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Rabu, 5 Juni 2024, mengumumkan bahwa seorang masyarakat Meksiko menjadi orang pertama di bumi nan meninggal lantaran jenis flu burung baru dan belum pernah terdeteksi pada manusia.
Strain H5N2 sebenarnya telah menyerang unggas di seluruh dunia, tetapi hingga sekarang belum ada laporan kasus penularan alias kematian pada manusia.
Awal April, laki-laki berumur 59 tahun, masyarakat Negara Bagian Meksiko di bagian tengah negara itu, disebut telah jatuh sakit.
Menurut WHO, laki-laki tersebut mempunyai sejumlah kondisi medis nan mendasarinya dan kudu terbaring di tempat tidur selama tiga pekan sebelum mengalami indikasi akut.
Pada 17 April 2024, laki-laki tersebut melaporkan demam, sesak napas, diare, mual, dan rasa tidak lezat badan.
Pada 24 April 2024, dia mencari pertolongan medis dan segera dirawat di rumah sakit Institut Nasional Penyakit Pernafasan (INER) dan meninggal pada hari nan sama.
Menyusul kematiannya, otoritas kesehatan INER kemudian mulai melakukan uji sampel nan diambil dari laki-laki tersebut.
Pada 8 Mei 2024, Pusat Laboratorium Biologi Molekuler Penyakit Berkembang untuk Penelitian Penyakit Menular menunjukkan bahwa sampel tersebut positif influenza A (H5N2).
Pada 22 Mei 2024, Institut Diagnosis dan Referensi Epidemiologi mengonfirmasi jenis virus tersebut.
Sejauh ini, otoritas kesehatan belum mengetahui asal penularan, lantaran laki-laki tersebut tidak mempunyai riwayat terpapar unggas alias hewan lain.
Investigasi epidemiologi dilakukan setelah 17 kontak diidentifikasi dan dipantau di rumah sakit tempat pasien meninggal dan 12 kontak tambahan diidentifikasi di dekat tempat tinggal pasien, dengan semua hasil tes negatif SARS-Cov-2 dan influenza.
Meskipun tidak ada lagi kasus flu burung nan dilaporkan, hasil seluruh sampel serologis tetap menunggu keputusan.
Berbagai pandemi H5N2 telah dilaporkan pada unggas di Meksiko, termasuk pandemi nan terdeteksi di laman belakang peternakan unggas di negara bagian Michoacan, nan berbatasan dengan Negara Bagian Meksiko di mana laki-laki tersebut tinggal.
Selain itu, terdapat dua pandemi flu burung dengan patogenisitas rendah dilaporkan terjadi di dua kota di Negara Bagian Meksiko.
Namun, belum dapat dipastikan apakah kasus pada manusia ini ada kaitannya dengan pandemi nan melanda unggas nan terjadi baru-baru ini.
Iklan
Upaya Pencegahan
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar konsep Satu Kesehatan (One Health) diterapkan secara nyata untuk merespon kasus kematian pertama pada manusia akibat penyakit Flu Burung (H5N2).
"Sehubungan kewaspadaan nan disampaikan WHO tentang meninggalnya kasus pertama akibat penyakit flu burung, maka perlu kita ketahui bahwa flu burung adalah salah satu penyakit jangkitan nan punya potensi menimbulkan wabah, dan apalagi bukan tidak mungkin menyebar antarnegara," kata Tjandra Yoga di Jakarta, Sabtu, 8 Juni 2024.
Ia mendorong agar Indonesia mewujudkan penerapan konsep One Health dalam pelayanan kesehatan nan nyata di lapangan, jangan hanya berupa pedoman kebijakan saja.
"One Health adalah kerja berbareng kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan," katanya.
Selain itu, kata Tjandra, pendekatan One Health juga perlu diperkuat surveilans lapangan di seluruh pelosok Indonesia untuk mendeteksi kemungkinan adanya varian-varian flu burung.
Dikutip dari United States Geological Survey (USGS), jenis flu burung terbagi menjadi tiga berasas protein pada pemukaan virusnya yakni Hemagglutinin (HA) nan mempunyai 16 subtipe (H1 sampai H16), Neuraminidase (NA) mempunyai sembilan subtipe (N1 sampai N9), dan Kombinasi HA dan NA seperti H5N1, H5N2, dan H7N2.
Respons terhadap flu burung juga memerlukan partisipasi aktif dalam organisasi kesehatan dunia untuk memantau dan mengendalikan penyakit tersebut.
Ia mengatakan setidaknya ada tiga aspek nan menyebabkan bumi perlu selalu waspada pada flu burung dengan beragam jenisnya.
"Pertama, lantaran mulanya terjadi pada unggas dan unggas itu di satu sisi dekat dengan manusia, apalagi ada di sekitar rumah. Di sisi lain, mungkin saja dapat terjadi migrasi burung antarnegara dengan sekaligus membawa penularan dan penyebaran penyakit," katanya.
Tjandra nan juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara menyebut flu burung dapat menular ke manusia seperti sudah beberapa kali terjadi di bumi dan di Indonesia.
"Kalau sudah tertular pada manusia, maka kasusnya dapat menjadi berat dan apalagi kematian, gradasinya tergantung jenis flu burung nan menulari," katanya.
ANTARA | ANADOLU
Pilihan Editor Iuran Tapera Baru Mulai 2027, Anggota Dewan: Hanya Meninabobokan Rakyat