TEMPO.CO, Jakarta - Wacana pembentukan kementerian baru di pemerintahan Prabowo-Gibran menuai kritik lantaran dianggap royal anggaran. Salah satu wacana pembentukan kementerian baru itu muncul dari Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia alias Apindo Shinta Widjaja nan mengusulkan adanya Kementerian Perumahan dan Perkotaan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan pembentukan kementerian baru berpotensi menyebabkan pemborosan anggaran. Apalagi jika sektor tertentu dianggap belum terlalu krusial untuk ditangani secara unik oleh satu kementerian.
Seperti urusan perumahan, saat ini sudah ada di bawah kendali Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PUPR. "Kalau berpatokan pada target, sebenarnya gak terlalu mendesak, lantaran selama ini kan memang sasaran perumahan rakyat sebenarnya sudah cukup tercapai secara umum," katanya Trubus kepada Tempo pada Sabtu, 11 Mei 2024.
Dia mengatakan, menambah kementerian baru itu sama saja dengan pemborosan anggaran negara. Pasalnya, anggaran nan dibutuhkan untuk membentuk kementerian baru otomatis bakal besar pula.
"Jadi, itu pemborosan anggaran besar-besaran menurut saya."
Saat ini, kata Trubus banyak tumpang tindih kebijakan antarkelembagaan alias kementerian. Menurut dia, bakal jauh lebih baik jika kementerian nan ada saat ini lebih lincah dalam memacu kinerjanya.
"Kalau kaitan dengan perumahan rakyat, menurut saya selama ini sudah berjalan. Sekarang tinggal penyelenggaraan saja, tata kelolanya nan dibenerin, gak usah membentuk kementeriannya. Tata kelolanya, tanggung jawabnya, koordinasinya, kolaborasinya. Kan itu nan penting."
Selaras dengan itu, Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti juga mengkhawatirkan besarnya anggaran nan kudu dikeluarkan negara untuk kementerian tersebut.
"Kalau kabinetnya gemuk, takutnya kelak anggarannya juga gemoy. Sementara, kan ke depan tetap banyak tantangan. Indonesia ini ekonominya rentan dengan global shock, lantaran kebanyakan impor," katanya saat dihubungi Tempo pada Sabtu.
Iklan
Esther menjelaskan, jika banyak pos-pos nan mesti dipenuhi, maka kapabilitas fiskal RI juga semakin kecil. Walhasil, mobilitas pemerintah juga lebih terbatas.
"Penambahan kementerian artinya peningkatan pada pengeluaran rutin. Sementara itu jika kita bicara APBN, ada pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Nah, pengeluaran pembangunannya kan lebih mini jika pengeluaran rutinnya gede."
Sebelumnya, Shinta Widjaja Kamdani mengusulkan agar pemerintahan baru Prabowo-Gibran membentuk Kementerian Perumahan dan Perkotaan. Pasalnya, kata dia saat ini belum ada lembaga nan unik untuk sektor properti dan perkotaan.
Shinta mengatakan, sektor tersebut dikendalikan oleh Kementerian PUPR nan juga mengurus infrastruktur. Akhirnya, fokusnya jadi terbagi.
"Dari segi kementerian itu, memang tentu saja kami tahu ada keterbatasan dari segi nomenklatur nan ada, tapi ada beberapa masukan misalnya kita tidak mempunyai kementerian nan konsentrasi pada properti alias perumahan," kata Shinta di Jakarta pada 8 Mei 2024 seperti dikutip Antara.
Apindo berharap, jika ada Kementerian Perumahan dan Perkotaan, dapat menangani perumahan dan hal-hal mengenai properti seperti real estate.
"Penanganan dari segi perkotaan juga krusial untuk diperhatikan. Jadi, kami mengusulkan kedua perihal ini digabungkan ialah properti dan urban tersebut menjadi satu kementerian."
Pilihan Editor: Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Berikut Perjalanan Bisnisnya di Indonesia