Jakarta, CNN Indonesia --
Organisasi kemasyarakatan (ormas) Projo menyatakan niat menjadi partai politik setelah selama ini berstatus sebagai golongan relawan pendukung Joko Widodo (Jokowi). Sejumlah pengamat menilai momen ini sebagai ujian terhadap kekuatan politik Jokowi usai tak lagi menjabat presiden.
Rencana Projo berubah menjadi partai telah mengemuka sejak Pilpres 2024. Kala itu, mereka menjadi salah satu kekuatan pemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Meski demikian, elite Projo acapkali menyatakan belum ada niat menjadi partai politik. Mereka tetap menyibukkan diri untuk memenangkan putra sulung Jokowi, Gibran, sebagai wakil presiden.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, wacana Projo menjadi partai kembali muncul. Bendahara Umum Projo Panel Barus mengakui ada kemungkinan organisasinya berubah bentuk.
"Kalau Projo menjadi partai alias tidak, itu tergantung pertama-tama sepenuhnya pada kemauan rakyat. Kedua, transformasi apapun dalam tubuh Projo bakal dibicarakan dan dibahas pada forum kongres," ungkap Panel kepada CNNIndonesia.com, Minggu (27/10).
Panel mengatakan kongres Projo baru bakal digelar Desember 2024. Mereka sedang menggodok penyelenggaraan aktivitas tersebut.
Sementara itu, wacana Projo menjadi partai sudah sampai ke telinga Jokowi. Dia tak melarang para loyalisnya membentuk partai politik baru.
"Ya, terserah Projo," ucap Jokowi di Soto Triwindu, dikutip dari detikJateng, Minggu (27/10).
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi mengatakan rencana ini bakal menguji seberapa kuat Projo dan Jokowi usai pergantian presiden.
Projo, kata dia, kudu membuktikan apakah pedoman massanya selama ini betul-betul konkret. Kekuatan Jokowi pascalengser juga bakal terukur jika para loyalisnya masuk gelanggang politik.
"Projo bisa membuktikan apakah dia memang punya massa nan real alias tidak lantaran bagaimanapun selama ini orang menganggap Projo itu hanya kumpulan orang-orang nan dekat dengan Pak Jokowi," kata Asrinaldi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (29/10).
Menurut Asrinaldi, Projo bakal menghadapi tantangan berat jika betul-betul menjadi partai politik. Pasalnya, banyak partai politik baru tidak bisa menggeser kekuasaan partai lama.
Dia mencontohkan Perindo nan kandas di dua kali pemilu meski didukung modal finansial dan eksposur media massa nan tinggi. Begitu pula PKPI nan kekuatannya terus meluntur meski punya sosok seperti AM Hendropriyono.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago juga memandang sulitnya Projo bersaing dengan partai lain. Apalagi Projo datang sebagai partai nan mengusung Jokowi sebagai simbol. Padahal, ada beberapa partai lain, seperti PSI, nan sudah memposisikan diri sebagai pengikut Jokowi.
Selain itu, Projo hanya bakal berjuntai pada sosok Jokowi. Arifki mengingatkan Jokowi tak lagi sekuat saat tetap menjabat presiden.
"Seberapa maksimal Projo bisa bersaing di era Presiden Prabowo? Di sisi lain, Projo tidak bisa hanya mengapitalisasi pedoman politik Jokowi lantaran secara langsung PSI juga dipimpin Kaesang, putra Jokowi," ujar Arifki.
Akankah Jokowi turun gunung?
Arifki meragukan Jokowi bakal turun gunung di wacana Projo menjadi partai politik. Menurutnya, level Jokowi terlalu tinggi untuk memimpin partai baru.
Jika Jokowi mau, katanya, PSI sebenarnya sudah punya prasarana politik nan lebih matang. Namun, hingga saat ini pun Jokowi tetap tak berpartai.
"Ya, jika berasosiasi mungkin tidak ya. Karena mungkin jika berasosiasi kayak partai nan Projo mungkin terkecil bagi Pak Jokowi," ucap Arifki.
Hal serupa juga disampaikan Asrinaldi. Dia mengatakan Jokowi baru bakal mau menjadi ketua umum jika ada kesempatan di partai-partai besar seperti Golkar.
Meski demikian, Asrinaldi memandang Jokowi tetap bakal terlibat di Partai Projo. Dia memandang Jokowi bakal masuk di struktur, tetapi bukan pengurus harian.
"Beliau bisa jadi penasihat alias ketua majelis pertimbangan, sebagai simbol saja," ucapnya.
Kepentingan di kembali Partai Projo
Asrinaldi meyakini wacana Projo menjadi partai bukan datang dari Jokowi. Dia mengatakan buahpikiran itu kemungkinan datang dari para relawan.
Relawan, ucapnya, butuh suntikan kekuatan setelah Jokowi lengser. Selama ini, mereka berjuntai pada pengaruh Jokowi di bangku presiden.
"Ketika Pak Jokowi itu tidak lagi menjadi orang nan berpengaruh dalam kekuasaan, dalam makna langsung, itu mereka juga tidak mendapatkan untung apa-apa," ujar Asrinaldi.
"Mereka sadar Pak Jokowi tetap punya massa pendukung dan Projo bisa memobilisasi support itu. Mereka percaya bisa mendapatkan kursi, itu juga bakal memperkuat eksistensi Projo dalam sistem politik sebagai sebuah partai," imbuhnya.
Arifki memandang Projo nan punya kepentingan di kembali pembentukan partai. Selama ini, mereka dianggap sebelah mata meskipun sudah habis-habisan mendukung di pilpres.
Pada Pilpres 2019, mereka nyaris tak dapat jatah di kabinet. Jokowi memberi bangku wakil menteri untuk Budi Arie Setiadi, Ketua Umum Projo, setelah bersuara lantang di publik.
Usai Pilpres 2024, Projo hanya mendapatkan satu jatah kursi. Budi Arie digeser dari Menkominfo ke Menteri Koperasi.
"Projo dinilai sama saja dengan relawan lain. Beda dengan partai, meskipun PSI maupun di Gelora tidak duduk di Parlemen, mereka punya ukuran bunyi jelas, 3 persen alias 2 persen pemilihnya. Relawan tidak punya ukuran pedoman massa itu," ujarnya.
(dhf/tsa)
[Gambas:Video CNN]