Surabaya, CNN Indonesia --
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak agar Hak Guna Bangunan (HGB) misterius seluas 656 hektare di wilayah laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo untuk segera dicabut.
Direktur Eksekutif Walhi Jatim Wahyu Eka Setyawan mengatakan, area laut nan punya HGB itu berbatasan langsung dengan Wonorejo, Rungkut, Surabaya.
"Dan perihal itu menjadi bukti nyata sungguh buruknya pengelolaan tata ruang di Jawa Timur," kata Wahyu melalui keterangannya, Rabu (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, temuan ini menimbulkan kejanggalan, karena sesuai aturan, seharhsnya HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah daratan dengan peruntukan nan jelas.
HGB itu disebut dimiliki dua perusahaan dan telah diterbitkan sejak tahun 1996. Citra satelit menunjukkan bahwa wilayah nan menjadi letak HGB tersebut berada di area laut.
"Bahkan sejak tahun 2002 area tersebut tidak pernah berupa daratan, sehingga klaim bahwa sebelumnya merupakan daratan kudu dibuktikan secara transparan oleh BPN kepada publik," ucapnya.
Wahyu melanjutkan, HGB di laut Sidoarjo itu juga tidak mempunyai dasar norma nan relevan. Pasalnya, Perda No 10 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Timur 2023!tidak menyebut area Sedati itu sebagai area reklamasi.
"Wilayah tersebut ditetapkan sebagai area tangkapan ikan, area pertahanan dan keamanan, serta termasuk dalam pengembangan Bandara Juanda," ucapnya.
Sedangkan Perda No 4 Tahun 2019 tentang RTRW Sidoarjo 2019, kata Wahyu, menegaskan wilayah pesisir dan laut Sedati sebagai area perlindungan mangrove dan perikanan.
Lalu di Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2021 dan Permen ATR No 18 Tahun 2021, kata Wahyu, menyatakan bahwa HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah darat, bukan di atas laut.
Sedangkan UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, mengutamakan konservasi area laut khususnya pada area pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian, Putusan Mahkamah Konstitusi No 3/PUU-VIII/2010 membatalkan ketentuan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) lantaran bertentangan dengan UUD 1945.
Lebih lanjut, menurut Wahyu, kehadiran HGB ini semakin memperburuk kondisi area pesisir dan laut di Sidoarjo dan Surabaya. Alih kegunaan mangrove dan kerusakan ruang laut terus meningkat, menakut-nakuti ekosistem dan keberlanjutan lingkungan.
"Karena itu, kami mendesak Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di laut Sidoarjo," tegqs Wahyu.
Walhi juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur menegakkan rencana tata ruang sesuai peruntukan dan mengutamakan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.
"Kami juga meminta Presiden RI mengevaluasi keahlian Kementerian ATR/BPN dan stakeholder terkait, serta mengusut dugaan praktik korupsi dalam publikasi izin HGB," kata dia.
Pengelolaan tata ruang nan transparan dan berorientasi pada keberlanjutan, kata Wahyu, adalah kunci melindungi area pesisir dari kehancuran.
"Mari hentikan pengrusakan ekosistem laut demi masa depan generasi mendatang," pungkasnya.
Terungkapnya tiga Hak Guna Bangunan (HGB) 656 hektare di perairan Sidoarjo mengejutkan publik. Kanwil Kementerian ATR/BPN menyebut, pemilik HGB tersebut adalah PT Surya Inti Permata (PT SIP) dan PT Semeru Cemerlang (PT SC).
PT SIP mempunyai dua bagian dengan luas masing-masing 285,16 hektare dan 219,31 hektare, sementara PT SC mempunyai satu bagian seluas 152,36 hektare. HGB ini diterbitkan pada tahun 1996 dengan masa bertindak 30 tahun, dan bakal berhujung pada 2026.
Keberadaan HGB di atas perairan ini menimbulkan kekhawatiran bakal akibat lingkungan dan sosial, terutama bagi masyarakat pesisir di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.
(frd/dal)
[Gambas:Video CNN]