Walhi Nilai Pengawasan Ormas Keagamaan Kelola Tambang Tak Pengaruhi Kerusakan Lingkungan

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Fanny Tri Jambore mengatakan upaya pengawasan terhadap ormas keagamaan nan menerima wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK) tak bakal menghindarkan kerusakan lingkungan.

“Mengingat besarnya ancaman kerusakan lingkungan dari operasi tambang, perizinan itu kudu dikeluarkan dengan mengikuti prinsip pencegahan, pengendalian, dan perlindungan,” katanya kepada Tempo, Sabtu, 8 Juni 2024.

Menurutnya tak semua tempat boleh ditambang. Terutama wilayah-wilayah nan krusial secara ekologis seperti area hutan, sumber-sumber air hingga ke wilayah aliran sungai, dan wilayah produktif masyarakat seperti persawahan serta ladang dan kebun. 

“Dengan prinsip pencegahan, pengendalian, dan perlindungan juga tak bisa semua pihak diberi keleluasaan mengelola pertambangan," kata dia. Fanny menilai Peraturan Pemerintah membolehkan pemberian izin tambang untuk ormas ini justru merusak logika perizinan dari nan semestinya dipakai untuk mencegah, membatasi, dan melindungi dari besarnya ancaman kerusakan tambang. "Menjadi sekadar sistem obral sumber daya alam,” ujar Jambore.

Jambore mengatakan, jika para ormas keagamaan nan menerima WIUPK punya logika kritis, semestinya mereka menolak buahpikiran pemberian WIUPK ini. “Misalnya menggaet kontraktor profesional, siapa nan dimaksud kontraktor ahli di sini? Apakah para pemain tambang nan selama ini telah beroperasi? Jika begitu apa gunanya menyebut ini sebagai prioritas IUP untuk ormas jika pada akhirnya nan memainkan peran adalah pemain-pemain tambang lama,” ujarnya.

Jambore menuturkan, penunjukkan kontraktor tak bakal mengubah realita bahwa semua proses pertambangan mineral dan batubara bakal menyebabkan kerusakan lingkungan lantaran sifatnya nan rakus lahan dan rakus air. 

“Operasi pertambangan bakal memerlukan lahan luas untuk operasi produksinya, lantaran nan dituju adalah bahan baku di bawah tanah, maka mereka bakal lebih dulu menghancurkan sistem ekologis diatasnya, entah itu area hutan, sumber mata air, wilayah aliran sungai, alias apalagi wilayah produktif masyarakat seperti sawah dan kebun,” ujar dia.

Iklan

Kemudian setelah sistem ekologis di atasnya dibabat dan dibuka, kata Jambore,  bumi bakal dibongkar untuk diambil mineral alias batu baranya. nan bakal terjadi berikutnya sudah bisa ditebak, lubang-lubang tambang menganga nan bakal tersisa di wilayah tersebut. Proses itu menurutnya, disebut sebagai ancaman kualitas lingkungan dan sumber-sumber penghidupan masyarakat.

Sedangkan di lahan itu bakal ada ancaman pencemaran tanah, ancaman tanah Longsor, hilangnya vegetasi, dan erosi tanah. Lalu di air bakal terjadi ancaman pencemaran air, serta sedimentasi dan menurunnya kualitas air dari hulunya apalagi hingga sampai ke laut.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia sempat menegaskan tujuan menggaet kontraktor ahli agar menjaga lingkungan hidup. Ia mengatakan para organisasi lingkungan tak mau ormas keagamaan mendapatkan keadilan. “Kalau ada LSM nan mengatakan membagi IUP organisasi keagamaan merusak lingkungan, berfaedah maunya LSM itu bagi IUP saja ke pengusaha-pengusaha, terus tak merusak lingkungan? Logikanya kan begitu,” katanya, Jumat, 7 Juni 2024.

Bahlil mengatakan, pengelolaan WIUPK menggunakan prosedur tetap (protap) nan sama dengan para pengusaha nan melakukan aktivitas tambang. “Enggak ada pengecualian di situ, protap dalam implementasinya. Saya tak mau masuk pada wilayah berpikir seperti itu (pandangan organisasi lingkungan,” ujarnya.

Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga mengizinkan ormas keagamaan mengelola WIUPK. 

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis