Waspada Manuver DPR dan Jokowi Usai RUU Pilkada Batal Disahkan

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

DPR RI batal mengesahkan Revisi UU Pilkada menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna, Kamis (22/8). Pengesahan batal diambil lantaran peserta rapat tidak memenuhi kuorum.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut rapat Paripurna sempat dibuka sekitar Pukul 09.30 WIB. Diskors selama 30 menit. Namun, kuorum tak kunjung terpenuhi setelah diskors.

Alhasil, DPR pun batal mengesahkan RUU tersebut. Dasco menyatakan DPR tidak bakal menggelar rapat paripurna dalam waktu dekat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut jikalau mau dibawa ke rapat paripurna selanjutnya, ialah pada Selasa (27/8), hari itu bertepatan dengan dibukanya masa pendaftaran pasangan calon di Pilkada. Pengesahan UU Pilkada pun tidak dimungkinkan.

Dengan demikian, Dasco memastikan penyelenggaraan Pilkada 2024 bakal mengikuti ketentuan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan kepala daerah.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifudin pun menyatakan pihaknya sudah mengirimkan draf peraturan KPU (PKPU) nomor 8 tahun 2024 tentang syarat Pilkada sebagai tindak lanjut dari putusan MK kepada Komisi II DPR.

Di saat nan sama, gelombang demonstrasi 'darurat Indonesia' di depan gedung DPR semakin besar. Demonstrasi ini juga meluas di banyak daerah.

Setelah RUU Pilkada batal disahkan, tetap tersisa dua hari kerja menjelang masa pendaftaran paslon Pilkada 2024. Lantas, apakah kesempatan menganulir putusan MK tetap terbuka?

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Brawijaya (UB) Muhammad Ali Safa'at beranggapan secara normal sudah tidak ada lagi kesempatan pemerintah untuk menganulir putusan MK.

Meski demikian tetap ada celah melalui dua pintu, ialah PKPU dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai Pilkada.Namun perihal itu bakal berkarakter inkonstitusional lantaran membangkang putusan MK terakhir.

"Ketika perubahan undang-undang keadaannya sudah tidak disahkan alias dibatalkan, jadi otomatis kudu mengikuti isi dari putusan MK," kata Ali saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (23/8).

Maka dengan pernyataan DPR nan membatalkan pengesahan RUU Pilkada, KPU sewajarnya menyusun PKPU berasas putusan MK.

Waspada manuver DPR hingga Jokowi

Namun Ali juga menyoroti sejumlah kekhawatiran dalam proses pembentukan PKPU. Misalnya, saat KPU berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI dalam penyusunan PKPU, ada beberapa patokan nan kemudian dipaksakan masuk dan berujung berbeda dari putusan MK.

"Nah, tentu itu kudu kita cermati bersama. Karena ketika PKPU itu tidak melaksanakan apa nan menjadi putusan MK, ya tentu saja PKPU itu sebetulnya abnormal hukum, abnormal konstitusional," kata dia.

Sebab PKPU tersebut menurut Ali menjadi tidak mempunyai landasan norma untuk substansi nan berbeda dari putusan MK.

Sedangkan untuk kesempatan publikasi Perppu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), kudu ada tiga perihal nan mendasarinya.

Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah norma secara sigap berdasar undang-undang. Kedua, undang-undang nan dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Ketiga, terdapat undang-undang tapi tak memadai.

"Tapi, secara konstitusional, putusan MK kan sudah ada dan kemudian itu tinggal melaksanakan saja, jadi tidak ada sesuatu nan berkarakter kegentingan memaksa," jelas Ali.

Putusan MK menurut Ali sudah sangat jelas dan bertindak pasca dibacakan Hakim Konstitusi pada Selasa (20/8) lalu. Sehingga negara tidak lagi memerlukan patokan baru untuk pilkada.

"Jadi menurut saya, secara norma tidak ada celah lagi. Kalaupun kemudian ada celah nan coba dimainkan, itu sesungguhnya justru merupakan pelanggaran terhadap konstitusi," imbuhnya.

Namun andaikan Presiden Jokowi tetap mempunyai kemauan menerbitkan Perppu Pilkada, Ali mengingatkan bahayanya rencana tersebut bagi konstitusi. Sebab tidak ada argumen lagi bagi Jokowi untuk menerbitkan Perppu.

Apabila nantinya perihal itu terjadi, ialah Perppu Pilkada diterbitkan, maka rakyat dapat mengusulkan judicial review terhadap Perppu tersebut. MK dalam perihal ini menurutnya juga bisa bekerja secara sigap menolaknya.

"Karena ya kondisinya ketika terbit Perppu itu justru muncul kegentingan nan memaksa bagi MK untuk bisa segera memutuskannya [menolak Perppu]," ujar Wakil Rektor UB itu.

Selain itu, Ali mengingatkan potensi eskalasi tindakan demonstrasi nan bakal meluas dan lebih parah dibandingkan tindakan darurat pada Kamis kemarin. Sebab masyarakat tidak bakal buta pada perihal ini.

Oleh karena itu, Ali menyebut DPR kudu segera membikin pernyataan dalam forum alias ketok palu dalam sidang paripurna dalam waktu terdekat untuk membatalkan RUU Pilkada alias memastikan pembahasan RUU Pilkada bakal dilakukan dalam masa persidangan berikutnya.

Dengan demikian, masyarakat baru bakal mendapatkan agunan bahwa pemerintah tidak bakal menganulir putusan MK lewat pengesahan RUU Pilkada.

Sebab andaikan hanya melalui konvensi pers nan dilakukan Dasco kemarin, dikhawatirkan tetap ada kesempatan bagi DPR untuk melakukan perubahan patokan sebelum pendaftaran calon kepala wilayah 27 September, alias sebelum penutupan pada 29 September.

"Jadi lewat Paripurna itu kelak bakal memberikan kepastian norma nan sangat jelas, dan menunjukkan ada itikad baik dari DPR dan pemerintahan bahwa mereka bakal laksanakan putusan MK dan tidak melakukan perubahan terhadap RUU Pilkada," ujar Ali.

Baca laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional