YLKI Kritik Rencana Pemerintah Naikkan Harga MinyaKita

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah menyiapkan kenaikan nilai minyak goreng MinyaKita dari nilai satuan tertinggi (HET). Rencana itu mendapat respons Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia alias YLKI. Pengurus ini mengkritik rencana Zulkifli.

Pengurus Harian YLKI Agus Sujatno, mengatakan jika dilihat dari perspektif pandang lembaga konsumen saat ini masyarakat sedang dihadapkan pada kenaikan beberapa komoditas. Misalnya kenaikan nilai beras Bulog dari (HET).

Kenaikan bahan pokok itu terjadi beberapa waktu lalu, menjelang Hari Raya Idul Adha. Meski kenaikan bahan pokok itu tidak signifikan. "Ketika bakal ditambah kenaikan nilai satuan tertinggi MinyaKita, tentu bakal tambah menggerus alokasi shopping konsumen," kata Agus, melalui aplikasi perpesanan pada Sabtu, 22 Juni 2024.

Agus menjelaskan, saat ini terjadi stagnan pada pendapatan masyarakat. Ini terjadi pasca-pandemi Covid-19. Bahkan pendapatan beberapa golongan masyarakat justru mengalami penurunan. Sementara beberapa kebutuhan pokok masyarakat mengalami peningkatan. "Sementara kebutuhan terus meningkat. Dan itu kebutuhan pokok," tuturnya.

Sebelumnya Menteri Zulhas mengatakan bakal meningkatkan nilai MinyaKita. Rencana meninggikan nilai minyak goreng itu direncanakan terjadi minggu depan. Saat ini pemerintah tetap berbincang perihal rencana kenaikan nilai MinyaKita. "(Harga naik) minggu depan,” kata Zulhas kepada wartawan di Hotel Westin Surabaya, Kamis, 20 Juni 2024.

Menurut Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu, Sebelumnya, Zulhas juga telah memberi sinyal bahwa HET MinyaKita bakal naik sebesar Rp 1.500 menjadi Rp 15.500. Sementara, nilai MinyaKita saat ini Rp 14 ribu per liter. Menurut dia, kenaikan itu disebabkan nilai minyak goreng rakyat itu kudu menyesuaikan nilai tukar rupiah nan merosot hingga Rp 16. 344 per dolar Amerika Serikat.

Agus menjelaskan, bahwa MinyaKita itu sebagai kebutuhan pokok masyarakat. Dalam kebutuhan masyarakat melekat tiga hal. Pertama, akses dan ketersediaan. Sehingga negara kudu datang dan memastikan bahwa kebutuhan pokok tersedia di pasar. Kedua, keterjangkauan. Artinya kebutuhan pokok masyarakat kudu dipastikan dengan nilai nan terjangkau oleh masyarakat.

Iklan

Menurut dia, standarnya adalah nilai bahan pokok itu bisa dijangkau masyarakat bawah maupun kelompok. "Jadi gimana perihal itu bisa dijangkau dalam perihal pembelian," ujarnya. Ketiga, bahan pokok itu kudu terhindar dari unsur berbahaya. Agus mengatakan, tiga perihal ini kudu diperhatikan oleh pemerintah. "Ini kudu digarisbawahi oleh pemerintah."

Dia menjelaskan, daripada meningkatkan nilai MinyaKita, sebaiknya pemerintah memperhatikan tiga perihal tersebut. Pemerintah kudu menyediakan nilai minyak goreng itu dengan nilai nan dapat dijangkau masyarakat. "Bukan nilai nan jauh di atas keahlian masyarakat membeli," ujar Agus.

Dia mengatakan, jika nilai bahan pokok itu tidak dapat dijangkau masyarakat maupun golongan bawah, itu sama dengan negara sedang berbisnis dengan rakyat. Menurut dia, kesan "negara berbisnis dengan rakyat" adalah sesuatu nan kudu dihindari. "Kebutuhan pokok itu sesuatu nan kudu dipenuhi oleh pemerintah," tutur dia.

Mantan Sekretaris YLKI itu menjelaskan, waktu meningkatkan MinyaKita nan dipilih pemerintah saat ini kurang tepat. Alasannya, beberapa kali telah terjadi kenaikkan bahan pokok seperti beras. Beras merupakan bahan pokok sangat mendasar. Berikutnya, pemerintah bakal menaikan kebutuhan dasar lain, ialah minyak goreng.

"Ketika itu dinaikkan masyarakat tertimpa dua kali perihal nan cukup memberatkan," ucap dia. "Ini perihal nan kudu diuji ulang oleh pemerintah. Apakah ini saat nan tepat meningkatkan nilai minyak goreng."

Pilihan Editor: FNKSDA Minta Nahdliyin Tidak Ikut PBNU Terima Izin Tambang

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis