2 Kasus Mutilasi di Jabar Libatkan ODGJ, Bagamana Penanganan Kasusnya?

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua kasus pembunuhan disertai mutilasi nan cukup menghebohkan publik terjadi di wilayah Jawa Barat dalam dua bulan terakhir.

Kasus pertama terjadi Desa Sindangjaya, Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis pada awal bulan Mei lalu. Korban diketahui merupakan seorang wanita berjulukan Yanti, dan pelakunya adalah Tarsum nan merupakan suami korban.

Tak hanya menghabisi nyawa sang istri, Tarsum apalagi sempat membawa jasad istrinya nan telah dimutilasi keliling kampung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kapolres Ciamis AKBP Akmal mengatakan berasas keterangan para saksi, tindakan pembunuhan disertai mutilasi ini bermulai saat terjadi cekcok antara pelaku dan istri. Keduanya disebut sempat keluar rumah dan cekcok terjadi sekitar 30 meter dari rumah.

"Saat itu lah pertama kali korban dipukul. Dimutilasi di situ juga," ucap Akmal.

Tarsum langsung ditangkap usai kejadian dan dilakukan proses pemeriksaan. Polisi pun telah menetapkan Tarsum sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.

Namun, berasas hasil pemeriksaan kejiwaan, master menyatakan Tarsum kudu dirujuk dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat.

Meski demikian, Kasatreskrim Polres Ciamis AKP Joko Prihatin mengatakan proses norma bakal tetap melangkah setelah Tarsum selesai perawatan.

"Sementara ini, dibantarkan penahanannya. Nanti diperiksa lagi, setelah sehat," ujarnya.

Di akhir Juni tepatnya Minggu (30/6) giliran penduduk Kampung Bantar Limus Desa Sancang Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut, digegerkan dengan temuan beberapa bagian tubuh manusia korban mutilasi. Korban diduga berjenis kelamin laki-laki.

"Sementara bagian tubuh korban terpotong menjadi dua bagian dan tergeletak di pinggir Jalan Raya Cibalong," kata Kasi Humas Polres Garut, Iptu Adi Susilo.

Pada hari nan sama, polisi sukses menangkap pelaku. Namun, polisi belum membeberkan identitas pelaku lantaran tetap dilakukan proses pemeriksaan.

Tersiar berita jika pelaku merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Namun, perihal ini tetap bakal didalami lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan psikologis terhadap pelaku.

"Kalau kita enggak berani menentukan itu ODGJ alias tidak. Nanti nan menentukan dari rumah sakit setelah diperiksa oleh master jiwa," katanya.

Hingga kini, polisi juga belum mengungkapkan soal identitas korban pembunuhan disertai mutilasi tersebut.

Pakar Psikolog Forensik Reza Indragiri beranggapan pelaku pembunuhan disertai mutilasi tetap kudu diproses secara hukum, meski nan berkepentingan merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

"Semestinya, meski pelaku adalah ODGJ, proses hukumnya tetap bersambung sampai ke pengadilan. Hakim, bukan polisi, nan punya kewenangan untuk menerima alias pun menolak penilaian tentang ODGJ tersebut. Hakim juga nan bakal memerintahkan pelaku menjalani pengobatan," kata Reza saat dikonfirmasi, Senin (1/7).

Di sisi lain, Reza menyampaikan bisa saja ODGJ melakukan tindakan pembunuhan disertai mutilasi lantaran terinspirasi oleh oleh sesuatu. Namun perihal ini tidak bisa dijelaskan secara rasional.

"Bisa saja demikian, sebagai copycat crime. Tapi kembali ke poin paling awal, ODGJ menihilkan penjelasan kausal nan rasional," ucap dia.

Sementara itu, kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala menyampaikan seorang ODGJ nan menjadi pelaku kejahatan, tidaklah mudah untuk dimintai pertanggungjawaban.

Bahkan, Adrianus menyebut saat ini banyak master nan tengah melakukan studi untuk gimana corak pertanggungjawaban seorang ODGJ sebagai pelaku kejahatan.

"Arah studi lebih pada gimana corak pertanggungjawaban pelaku. Ada nan tidak dapat bertanggung jawab sama sekali. Ada nan dianggap bisa bertanggung jawab namun tidak bisa dihukum. Ada nan kudu masuk RSJ dulu baru dihukum dan lain-lain," tuturnya.

(dis/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional