TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi bicara tentang potensi ekonomi hijau, nan memberi kesempatan besar bagi Indonesia termasuk melalui pengembangan kelapa, kakao, vanili, kopi, lada, dan cengkeh.
“Ekonomi hijau merupakan peluang, merupakan potensi nan sangat besar bagi negara kita Indonesia,” katanya dalam Konferensi Cocotech Ke-51 di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 22 Juli 2024.
Presiden Jokowi menuturkan dari komoditas itu terdapat kelapa nan mempunyai potensi sangat besar lantaran Indonesia mempunyai lahan seluas 3,8 juta hektar dengan produksi mencapai 2,8 juta ton per tahun.
Hal itu membikin Indonesia menduduki ranking kedua di bumi dalam aspek komoditas kelapa, dengan wilayah nan berpotensi paling besar memproduksi kelapa adalah Provinsi Sulawesi Utara dan Riau.
“Ekspor kita juga bukan jumlah nan mini ialah 1,55 miliar dolar AS. Ini sebuah nomor nan sangat besar dan bisa ditingkatkan lagi jika kita serius,” katanya
Melalui potensi besar tersebut, Presiden Jokowi mengingatkan Indonesia kudu mengambil langkah serius untuk mengembangkan komoditas kelapa agar dapat memberi faedah lebih bagi negara.
Menurut Jokowi, langkah kesungguhan ini dapat diambil melalui dua aspek ialah meningkatkan produksi komoditas kelapa serta melakukan hilirisasi agar mempunyai nilai tambah.
“Saya membujuk organisasi kelapa internasional untuk bersinergi dalam rangka memajukan industri kelapa nan berkelanjutan,” ujar Jokowi.
Ia mengingatkan adanya tiga aspek nan sangat krusial untuk dilakukan dalam meningkatkan produksi komoditas kelapa ialah kualitas bibit, pemeliharaan, serta metode panen.
“Menurut saya kualitas bibit itu sangat penting. Kedua, pemeliharaan sangat penting. nan ketiga adalah metode langkah panen,” katanya.
Iklan
Ia menuturkan para petani kelapa kudu memperhatikan kualitas bibit kelapa termasuk upaya pemeliharaannya lantaran nan sering dijumpai adalah bibit hanya ditanam kemudian dibiarkan dan ketika berbuah baru diambil.
Padahal bibit unggul dengan pemeliharaan nan baik bakal menghasilkan kelapa berbobot dan berjumlah banyak.
“Menurut saya kualitas bibit itu sangat penting, dan nan kedua adalah pemeliharaan sangat penting. Biasanya kita menanam, dibiarkan, berbuah baru diambil. Tidak ada nan namanya pemeliharaan,” ujarnya.
Selain kualitas bibit dan langkah pemeliharaan, kata Jokowi, aspek ketiga nan tak kalah krusial adalah metode panen kelapa ialah mulai dari aspek jumlah dan kualitas sumber daya manusia (SDM) termasuk skill nan dimiliki.
Terlebih, menurut Jokowi, Indonesia mempunyai lahan seluas 3,8 juta hektar dengan produksi mencapai 2,8 juta ton per tahun, sehingga memerlukan metode panen nan tepat termasuk memperkirakan jumlah SDM untuk memetik kelapa dengan pohon nan tinggi.
“Kalau kita mempunyai jutaan pohon kelapa, menyiapkan orang nan mempunyai skill untuk memetik kelapa. Kalau kelapanya 20 meter dengan jutaan pohon kelapa berfaedah berapa orang nan kudu disiapkan untuk memetik itu,” katanya.
Bahkan Presiden Jokowi menginginkan agar tercipta penemuan nan memungkin memetik kelapa dari bawah, sehingga tidak perlu naik ke pohon kelapa dengan tinggi puluhan meter untuk memetiknya.
“Jangan sampai kelapa tingginya sampai 20 meter, 30 meter, jika ada kelapa nan bisa langsung dipetik dari bawah bakal lebih baik. Buahnya jangan hanya jumlahnya sedikit, buahnya lebih banyak lebih baik lagi,” kata Presiden.
Pilihan Editor Ada Investor Cina di Balik Roti Aoka dan Okko nan Diduga Mengandung Bahan Pengawet Berbahaya