TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah bakal menerapkan kebijakan pemotongan penghasilan sebesar 3 persen untuk mendukung program Tabungan Perumahan Rakyat namalain Tapera. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu masyarakat mempunyai rumah nan layak dan terjangkau.
Tapera adalah program simpanan nan dirancang untuk membantu peserta membiayai kebutuhan perumahan. Dana nan terkumpul melalui program ini hanya bisa digunakan untuk pembiayaan rumah alias bakal dikembalikan dengan hasil investasinya setelah masa kepesertaan berakhir.
Tujuan utama Tapera adalah menyediakan biaya jangka panjang nan berkepanjangan untuk membantu peserta mempunyai rumah nan layak dan terjangkau. Program ini didasarkan pada prinsip gotong-royong dan profesionalisme, dengan visi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional. Berikut adalah lima perihal krusial dalam pembaruan kebijakan Tapera:
1. Banyak Ditolak
Partai Buruh mengadakan tindakan unjuk rasa menolak kebijakan tanggungjawab iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk pekerja di area Patung Kuda Monas, Jakarta Pusat, pada Kamis, 6 Juni 2024. Dalam tindakan nan melibatkan massa dari beragam elemen, mereka menyuarakan beberapa rumor penting.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa para pekerja dan komponen masyarakat sipil bakal menggelar unjuk rasa di setiap provinsi jika pemerintah tidak menanggapi aspirasi mereka. Menurut Said Iqbal, daripada menjamin kelas pekerja mempunyai rumah melalui iuran, duit hasil pungutan tersebut berpotensi besar disalahgunakan alias dikorupsi. Selain itu, sistem pencairan Tapera dinilai tidak jelas dan rumit.
2. Asal Dana
Dana Tapera berasal dari beragam tempat, termasuk simpanan peserta, hasil investasi dari simpanan tersebut, pengembalian angsuran alias pembiayaan dari peserta, pengalihan aset dari Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum) nan sebelumnya dikelola oleh Bapertarum-PNS, biaya wakaf, dan sumber biaya sah lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hitungannya
Gaji pekerja, baik pegawai negeri sipil (PNS), tenaga kerja swasta, maupun pekerja berdikari (freelancer) bakal dipotong sebesar 3 persen untuk program simpanan Tapera. Peraturan ini ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 20 Mei 2024. Ketentuan pemotongan wajib Tapera tertuang dalam beberapa pasal di Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, yaitu:
Iklan
Setiap pekerja nan berumur minimal 20 tahun alias sudah menikah dan mempunyai penghasilan paling sedikit sebesar bayaran minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera. Peserta terdiri dari pekerja PNS alias ASN, TNI-Polri, BUMN, BUMD, serta tenaga kerja swasta dan pekerja mandiri. Pekerja berdikari kudu mendaftarkan dirinya sendiri menjadi peserta kepada Badan Pengelola (BP) Tapera. Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji, nan ditanggung berbareng oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
4. Tanggapan Jokowi
Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan kebijakan pemotongan tersebut, dan masyarakat pasti bakal bisa menyesuaikan dengan ketentuan itu. Kepala negara memberikan contoh penerapan BPJS Kesehatan di luar skema cuma-cuma nan sebelumnya sempat menjadi sorotan. “Tapi setelah melangkah saya kira bisa merasakan manfaatnya rumah sakit tidak dipungut biaya, hal-hal seperti itu nan bakal dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra,” kata Jokowi.
5. Respons DPR
Anggota Komisi V DPR RI, Suryadi Jaya Purnama, mempunyai beberapa catatan mengenai kebijakan biaya Tapera ini, salah satunya adalah perlunya pengawasan ketat terhadap biaya iuran tersebut. Dia menekankan bahwa pemilihan manajer investasi pada BP Tapera, nan bekerja mengelola dan mengembangkan biaya tersebut, kudu dilakukan secara transparan dan akuntabel serta diawasi dengan ketat.
“Hal ini diperlukan agar biaya Tapera tidak mengalami penyalahgunaan seperti pada kasus Jiwasraya dan Asabri, dan tidak dimasukkan dalam proyek-proyek nan berisiko tinggi seperti proyek IKN alias jangan sampai dialokasikan ke program pemerintah lainnya," tutur Suryadi.
SHARISYA KUSUMA RAHMANDA | NI MADE SUKMASARI | PUTRI SAFIRA PITALOKA | NOVANDY ANANTA
Pilihan editor: APINDO DKI Jakarta Desak Pemerintah Batalkan Tapera, Akui Ajukan Keberatan Sejak 2016