50 Juta Pohon Kratom dan Geliat Petani di Hamparan Ladang Kapuas Hulu

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Dua orang dewasa berdiri di atas sampan nan mengapung tenang di bantaran Sungai Kapuas nan membelah daratan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sambil menjaga keseimbangan, tangan mereka dengan gesit memetik tiap helai daun kratom yang tumbuh rimbun pada pohon setinggi tiga meter di hadapannya.

Saat itu, akhir November 2023, sungai mulai pasang. Dua pemetik kratom itu kudu menjelajah kebun dengan perahu mini lantaran sebagian besar pohon kratom di pinggiran sungai sudah terendam air pasang hingga 30 cm. Mereka mengapung di tengah hamparan pohon kratom nan terbentang di lahan-lahan sepanjang bantaran Sungai Kapuas.

Masuk lebih dalam ke wilayah Jongkong, Suryati namalain Ati (56) dengan saksama memantau anak buahnya memetik dan menjemur daun kratom di kebun miliknya di sisi selatan Sungai Kapuas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sore itu ada 20 pekerja menyebar di kebun Kratom milik Ati nan luasnya mencapai sekitar 10 hektare. Lebih dari 15 ribu pohon kratom tumbuh berderet di sana. Tinggi pohon rata-rata sekitar 3 meter.

Karena pohon ini bisa tumbuh besar, Ati biasa meminta para pekerja memangkas batang pohon setiap kali panen.

Ati saat itu memantau pekerja merapikan daun-daun kratom nan sedang dijemur di green house alias tempat pengolahan. Lokasi penggilingan dan penjemurannya dibangun seperti rumah panggung di tengah kebun.

Lokasi pengolahan kratomnya cukup besar, dengan panjang sekitar 12 meter dan lebar 5 meter. Terdapat ruangan beratap dan teras terbuka untuk menjemur daun nan baru dipetik.


Ati mulai terjun budi daya kratom 2014 silam. Dia banting setir dari upaya perkebunan karet nan tiap tahun terus merosot penghasilannya, hingga sekarang menyentuh nilai jual jauh di bawah Rp10 ribu per kg. Belum lagi ketika sungai pasang, banyak pohon karetnya nan mati. Berbeda dengan kratom nan kuat memperkuat hidup dalam rendaman air.

Awal menanam kratom, suami Ati pesimis dan merasa keberatan. Kratom dianggap tak bakal menguntungkan dan sunyi pembeli. Namun Ati nekat mencari peruntungan.

"Dulu kan nan beli kratom kadang ada, kadang enggak. Saya nekat. Pokoknya dibeli alias tidak, tetap (saya bakal menanam kratom). Kalau pun tidak dibeli, pohonnya bisa untuk mebel," kata Ati kepada CNNIndonesia.com di perkebunan kratom miliknya, di Kecamatan Jongkong.

Seiring perjalanan upaya kebun kratom Ati terus berkembang. Suami pun akhirnya mendukung. Pohon kratom nan sekarang tumbuh di kebunnya itu kebanyakan ditanam oleh suaminya, nan belakangan meninggal bumi pada 2021. Ati sekarang dibantu oleh dua anaknya dalam mengurus kebun kratom.

Ati menjelaskan daun kratom bisa dipanen pertama kali setelah satu tahun sejak ditanam. Setelah panen pertama, daunnya bisa dipetik lagi minimal 2 sampai 3 bulan sekali.

Ati punya tujuh pekerja nan bekerja menjemur, menggiling daun menjadi remahan, hingga menampik alias memisahkan remahan dengan tulang daun.

Selebihnya, 20 orang bekerja sebagai pemetik daun kratom. Rata-rata semua perempuan. Upah petiknya Rp2.000 per kg. Rata-rata mereka bisa memetik sekitar 50 kg sampai 100 kg sehari. Dengan demikian, mereka bisa mengantongi duit Rp100 ribu sampai Rp200 ribu dalam satu hari.

Lain cerita dengan Hermanto namalain Ede (38). Warga Desa Jongkong Kiri Hulu itu baru mulai serius beradab daya kratom pertengahan 2023.

Berkat keuletannya, Ede sekarang sudah mempunyai lahan di sisi selatan bantaran Sungai Kapuas, nan tetap berada di Kecamatan Jongkong.

Ede menanam sekitar 6.000 bibit pohon kratom di lahan tersebut. Ia membeli bibit kratom setinggi 20 cm seharga Rp2.000 per batang. Ede memperkirakan mulai bisa memanennya tahun ini.

"Setidaknya jika kita sudah ada kebun sendiri, kita enggak bakalan kekurangan bahan mentah," kata Ede di pabrik pengolahan kratom miliknya beberapa waktu lalu.

Ede menggeluti upaya kratom dari nol sejak lima tahun lalu. Tadinya, dia bekerja sebagai kuli panggilan di dermaga Jongkong. Ede tertarik usai mendengar seorang kawannya menjual daun kratom. Ia lampau coba-coba terjun dalam upaya tersebut.

Ede membeli daun remahan kratom dari petani, lampau memasarkannya melalui media sosial FB hingga Instagram. Ede pertama kali sukses menjual remahan daun kratom sebanyak 10 kilogram (kg) ke pembeli di Pontianak.

Cara budidaya kratom umumnya saat ini dengan menanam bibit pohon seperti nan dia lakukan di lahannya saat ini, alias menyemai bibit berupa biji kembang tanaman tersebut. Bunga nan sudah tua dipetik lampau dijemur hingga kering.

Selanjutnya biji-biji tersebut disebar ke sebuah wadah. Dalam beberapa pekan, tunas pohon bermunculan. Tunas-tunas itu selanjutnya dipindah ke dalam wadah polibag.

Setelah tumbuh hingga 20 sampai 30 cm, tunas tersebut ditanam di lahan. Mayoritas letak lahan budidaya kratom ini berada di tepi Sungai Kapuas.

Pohon kratom, kata Ede, baru bisa dipanen setelah berumur satu tahun sejak ditanam agar kualitas daunnya bagus. Kemudian pohon bisa dipanen lagi dua alias tiga bulan sekali lantaran daunnya sudah tumbuh lebat.

Ada dua langkah memanen daun kratom, pertama memotong cabang nan dipenuhi daun tua dan kedua menarik cabang nan ditahan menggunakan bambu, lampau daun tua dipetik. Biasanya pemetik bakal menyisakan daun muda di bagian pucuk.


Daun nan baru dipetik ini lampau dijemur hingga kering di green house alias tempat pengolahan. Setelah betul-betul kering, daun digiling menggunakan mesin menjadi remahan. Proses selanjutnya pekerja memisahkan tulang daun dari remahan kasar tersebut.

Ede sekarang juga menampung daun basah dari para petani di sekitar Jongkong. Daun basah dia beli Rp3.000 per kg. Ede langsung bayar sesuai dengan jumlah nan dijual para petani pada hari itu juga.

Daun basah dijemur lampau digiling di pabriknya menjadi remahan. Ede menjual daun remahan itu Rp25 ribu sampai Rp27 ribu per kg ke pembeli di Pontianak nan dikemas plastik transparan. Ia mengirimnya menggunakan truk seminggu sekali.

"Sampai sekarang Alhamdulillah sudah bisa mencapai 30 sampai 50 ton itu per bulan," ujarnya.


Berlanjut ke laman berikutnya...


Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional