6 Orang Pemohon Minta MK Kabulkan Bentuk Kementerian Masyarakat Adat

Sedang Trending 2 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Desakan mengenai rencana pembentukan kementerian nan mengurusi urusan masyarakat norma budaya melalui Mahkamah Konstitusi (MK) semakin meluas.

Selain Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) nan menjadi Pemohon dalam Perkara Nomor: 67/PUU-XXII/2024, terdapat enam orang nan memutuskan berasosiasi menjadi pemohon dan sudah menandatangani kuasa.

Mereka adalah Yanto Eluay (tokoh budaya Kampung Sereh, Sentani, Papua); Salfius Sako (Sekretaris Jenderal Majelis Hakim Adat Dayat Nasional); Wiwin Indiarti (Ketua Pengurus Daerah AMAN Osing); Mujianto (Kepada Desa Ngadas/tokoh budaya Suku Tengger); Gunritno (wagra Seludur Sikep); dan Samuel Pakage (Warga Papua).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan masuknya tokoh adat, aktivis, masyarakat budaya dan pengajar norma budaya diyakini bakal memperkuat kedudukan norma para pemohon," ujar kuasa pemohon, Viktor Santosa Tandiasa, melalui keterangan tertulis, Jumat (2/8).

Di sisi lain, Viktor mengatakan kondisi ini menunjukkan angan masyarakat budaya nan besar agar MK mengabulkan permohonan para pemohon sehingga terdapat mandat konstitusional nan diberikan kepada Pemerintah untuk membentuk Kementerian nan mengurusi masyarakat adat.

Viktor menjelaskan saat ini urusan masyarakat budaya terpecah di beberapa kementerian, dan setiap kementerian nan mengurusi urusan masyarakat budaya banyak nan kurang memahami tentang urusan-urusan masyarakat di masing-masing adat.

Hal itu kerap menimbulkan penolakan nan berakibat pada terlanggarnya hak-hak dari masyarakat budaya nan sejatinya sudah ada jauh sebelum negara terbentuk.

"Dan nan paling ironis di mana tidak jarang masyarakat budaya nan mau mendapatkan status sebagai masyarakat norma budaya melalui penetapan pemerintah daerah, permohonannya tersebut ditolak dengan argumen nan tidak jelas, sehingga kerap tidak bisa mendapatkan hak-haknya untuk mengurusi urusan pemerintahan," ucap Viktor.

"Termasuk mengurus perda budaya nan kemudian sering mendapatkan penolakan lantaran ketidakpahaman pemerintah terhadap urusan budaya nan diminta untuk dimuat dalam perda tersebut," sambungnya.

Sidang perkara ini sudah melangkah di MK dan masuk agenda kedua pada Senin, 5 Agustus 2024.

Sebelumnya, Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) nan diwakili oleh Ketua Umum Laksanto Utomo dan Sekretaris Jenderal Rina Yulianti mengusulkan permohonan uji materi alias judicial review ke MK mengenai Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Senin (20/5).

Mereka menggandeng Viktor Santosa Tandiasa dan Tim VST and Partners nan terdiri dari Fitri Utami, Fauzi Muhammad Azhar, dan Aditya Ramadhan Harahap sebagai kuasa hukum.

Dalam permohonannya, mereka menguji Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara nan dianggap bertentangan terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 18B ayat (2), dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945.

Mereka pada pokoknya meminta kepada MK untuk menambahkan frasa 'Masyarakat Hukum Adat' dalam Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara sehingga bunyi Pasalnya menjadi:

"Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, kewenangan asasi manusia, masyarakat norma adat, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan."

(ryn/wiw)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional