Jakarta, CNN Indonesia --
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan sejumlah pemohon lain mengenai uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
MK memutuskan 21 poin krusial mengenai uji materi UU Ciptaker dengan nomor perkara: 168/PUU-XXI/2023. Putusan itu dibacakan pada Kamis (31/10).
Berikut fakta-fakta mengenai putusan MK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Libur 1 hari bertentangan dengan UUD
MK menyatakan Pasal 79 Ayat 2 huruf b dalam Pasal 81 nomor 25 UU Ciptaker nan mengatur rehat mingguan satu hari dalam enam hari kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan libur satu hari untuk enam hari kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan norma mengikat.
Oleh karena itu, MK mengembalikan pengganti mengenai opsi libur dua hari untuk lima hari kerja bagi para pekerja.
PKWT hanya boleh 5 tahun
MK juga memutuskan bahwa jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.
MK melindungi kewenangan atas pekerjaan dan penghidupan nan layak bagi pekerja dengan menegaskan kembali patokan lama PKWT nan sebelumnya dikembalikan pada perjanjian/kontrak kerja dalam UU Ciptaker.
Menurut Partai Buruh dkk, pasal mengenai PKWT dalam UU Ciptaker tidak mengatur secara jelas kapan dimulai dan berakhirnya suatu pekerjaan sehingga merugikan pekerja/buruh.
UU Ketenagakerjaan sebelumnya sementara itu mengatur agar lama tersebut didasarkan pada waktu nan ditentukan oleh undang-undang.
Ubah sistem pengupahan
MK menghidupkan kembali peran majelis pengupahan nan dihapus di UU Ciptaker sehingga penetapan kebijakan bayaran nantinya tak lagi sepihak di tangan pemerintah pusat.
MK menyatakan kebijakan bayaran mesti melibatkan majelis pengupahan wilayah nan di dalamnya terdapat unsur pemerintah wilayah sebagai referensi bagi pemerintah menetapkan kebijakan upah.
Upah itu sendiri kudu mengandung komponen hidup layak, nan pada UU Ciptaker dihilangkan penjelasannya.
MK pun meminta pasal pengupahan menjelaskan soal penghidupan layak nan meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan agunan hari tua.
Perketat patokan PHK
MK turut menegaskan bahwa perundingan bipartit mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) kudu dilakukan secara musyawarah mufakat.
MK menekankan andaikan perundingan mandek, PHK hanya bisa dilakukan "setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial nan putusannya telah berkekuatan norma tetap" sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Perketat patokan TKA
MK memperketat patokan mengenai tenaga kerja asing (TKA) dengan membatalkan pasal nan tak mengatur secara tegas soal masuknya TKA.
MK menegaskan bahwa tenaga kerja Indonesia kudu diutamakan daripada tenaga kerja asing.
Batasi jenis outsourcing
MK juga meminta agar undang-undang menyatakan agar jenis dan bagian pekerjaan alih daya alias outsourcing ditetapkan demi perlindungan norma nan setara bagi pekerja.
MK menilai perusahaan, penyedia jasa outsourcing, dan pekerja perlu mempunyai standar nan jelas mengenai jenis-jenis pekerjaan nan dapat dibuat alih daya sehingga pekerja/buruh hanya bakal bekerja outsourcing sesuai dengan nan telah disepakati dalam perjanjian.
Usul UU Ketenagakerjaan baru
Dalam putusannya, MK juga meminta agar Undang-Undang Ketenagakerjaan nan baru segera dibentuk, dengan terpisah dari UU Cipta Kerja.
MK menggarisbawahi "impitan norma" soal ketenagakerjaan nan dinilai susah dipahami dan menimbulkan ketidakpastian norma serta ketidakadilan nan berkepanjangan.
(blq/rds)
[Gambas:Video CNN]