TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat 21,63 pengguna aset kripto di Tanah Air sejak tahun 2022 hingga Oktober 2024. Dari jumlah itu, penerimaan pajak dari transaksi aset mata uang digital mencapai Rp 942,88 miliar.
Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita, mengatakan, institusinya bakal konsisten memberikan literasi untuk menguatkan perlindungan kepada masyarakat. Dia menyebut langkah itu krusial lantaran kebanyakan pengguna perdagangan aset mata uang digital adalah generasi muda.
“Perdagangan aset mata uang digital di Indonesia terus mengikuti tren di pasar dunia dan tetap menjadi pilihan perdagangan nan diminati masyarakat,” kata OLvy dalam keterangan tertulis, dikutip Senin, 25 November 2024.
Bappebti mencatat berasas demografi sebanyak 75 persen pengguna aset kripto berumur 18--35 tahun. “Bappebti meyakini, perdagangan aset mata uang digital di Indonesia bakal terus tumbuh seiring dengan peningkatan minat pengguna usia muda,” kata Olvy.
Sementara itu, Kepala Bappebti Kasan mengatakan jumlah transaksi aset mata uang digital di Indonesia juga telah menembus Rp 475,13 triliun sepanjang Januari-Oktober 2024. “Pertumbuhan transaksi perdagangan aset mata uang digital nan terus meningkat ini merupakan salah satu bentuk komitmen Bappebti untuk mendukung perkembangan perdagangan aset mata uang digital di Indonesia,” kata dia.
Nilai tersebut meningkat 352,89 persen dibandingkan periode nan sama pada 2023, ialah sebesar Rp 104,91 triliun. Kasan mengatakan jumlah ini membuktikan perdagangan mata uang digital menjadi salah satu pilihan perdagangan nan diminati masyarakat.
“Perkembangan transaksi aset mata uang digital bakal mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor pajak,” kata dia.
Sementara itu, pengguna nan aktif bertransaksi melalui Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) dan Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) pada Oktober 2024 berjumlah 716 ribu pelanggan. Adapun jenis aset mata uang digital dengan nilai transaksi terbesar di PFAK pada Oktober 2024 ialah Tether (USDT), Ethereum (ETH), Bitcoin (BTC), Pepe (PEPE), dan Solana (SOL).
Kasan mengatakan peningkatan jumlah pengguna saat ini menunjukkan potensi pasar aset mata uang digital di Indonesia nan tetap besar. “Ke depan, Indonesia diharapkan bisa menjadi salah satu pemimpin pasar mata uang digital di dunia,” kata dia.
Bappebti, kata Kasan, juga memperkuat kerjasama dengan Organisasi Regulator Mandiri (Self Regulatory Organization/SRO), asosiasi, dan para pemangku kepentingan terkait. Langkah ini untuk mengembangkan ekosistem dan tata kelola aset kripto.
Tak hanya itu, upaya tersebut diklaim untuk memperkuat izin dan meningkatkan literasi masyarakat. Dia mengatakan antusias masyarakat terhadap aset mata uang digital kudu diimbangi dengan edukasi dan literasi nan komprehensif.
“Penguatan literasi diharapkan menjadi langkah efektif dalam meningkatkan perlindungan kepada masyarakat, memberikan kepastian berupaya bagi pelaku industri, dan mengurangi aduan,” kata Kasan. Ia berambisi langkah ini bisa memberikan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan aset mata uang digital di Indonesia.
Bappebti juga telah menerbitkan Peraturan Bappebti (Perba) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Saat ini ada tujuh perusahaan sudah menjadi PFAK. Ketujuh PFAK tersebut meliputi PT Pintu Kemana Saja (Pintu), PT Bumi Santosa Cemerlang (Pluang), PT Aset Digital Berkat (Tokocrypto), PT Kagum Teknologi Indonesia (Ajaib), PT Tiga Inti Utama (Triv), PT Sentra Bitwewe Indonesia (Bitwewe), dan PT CTXG Indonesia Berkarya (Mobee).