TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum bisa memastikan kasus penyelundupan bibit benur lobster di Indonesia selama ini dilakukan mafia alias berasosiasi dengan politikus. Juru bicara KKP, Wahyu Muryadi, menyebut pelaku penyelundupan selama ini adalah orang berpengalaman.
"Silakan tanyakan ke abdi negara penegak norma saja ya kan, terus ini siapa? (mafia) apakah hanya kurir? apakah ini bandarnya? nah itu silahkan ditelusuri kami tidak punya data-data untuk itu ya," ujar Wahyu Muryadi ketika dikonfirmasi mengenai mafia penyelundupan lobster berasosiasi dengan para politikus pada Selasa, 8 Oktober 2024.
Menurut Wahyu, para penyelundup tidak jera meski telah ditangkap abdi negara penegak norma dari kasus penyelundupan BBL. "Bisa bayangkan pasti itu adalah orang-orang nan sudah kapalan melakukan itu dari dulu dan enggak kapok-kapok gitu ya kan?" ucap dia.
Padahal menurut Wahyu, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Regulasi itu menurutnya bagian dari skema mempermudah pengusaha lobster mengirim hasil budi dayanya ke luar negeri.
"Padahal sudah dikasih skema nan menarik untuk bisa dia (pengusaha lobster) bisa senang secara bisnisnya kondusif dan nyaman, negara juga dapat rezeki, bisa ditampung dengan nilai nan sudah ditetapkan nilai minimalnya oleh KKP," tuturnya.
Dia menambahkan, dari izin nan telah ditetapkan Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono, nilai lobster saat ini telah naik. Patokan nilai lobster dari Permen KP Nomor 7 tahun 2024 ialah Rp 8.500 per ekor, perihal ini menurut dia, lebih mahal daripada sebelumnya hanya Rp 3.000 per ekornya.
Iklan
"Jadi sekarang para pencari benur itu nan kemudian nyetor benurnya itu ditetapkan minimal harganya Rp8.500 per ekor ya, dibeli dari petani untuk peraturan nan sudah ditetapkan oleh Menteri Kelautan Perikanan," kata dia.
Sebelumnya, kasus penyelundupan BBL terjadi di wilayah Lebak, Banten pada Selasa, 1 Oktober 2024. Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Polri menyatakan, telah menyita nyaris 134 ribu ekor bibit lobster senilai Rp 32,8 miliar dalam kasus tersebut.
“Dari 134 ribu BBL ini, kami sukses menyelamatkan kerugian negara sebanyak Rp 32,8 miliar lebih dengan dugaan satu bibit itu di kisaran, pasar gelapnya jika sukses diekspor sebesar Rp 200-250 ribu, tergantung dari jenis variannya,” kata Kepala Subdirektorat Penegakkan Hukum Ditpolair, Komisaris Besar Donny Charles Go dalam konvensi pers di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Menurut dia, bibit lobster tersebut terdiri dari 121.350 ekor lobster jenis pasir dan 12.648 ekor lobster jenis mutiara. Benih-benih lobster senilai puluhan miliar rupiah itu kemudian dilepasliarkan ke laut di wilayah Pandeglang, Banten. Donny menyampaikan perdagangan bibit lobster terlarangan termasuk dalam tindak pidana perikanan. “Kasusnya berupa pengelolaan hasil laut nan dilakukan tanpa izin,” ujar dia.
Pilihan editor: Jokowi Perintahkan ASN Pindah ke IKN Januari 2025, Ini Fasilitas nan Mereka Dapat