Aksi Koalisi Anti SLAPP Tuntut Hentikan Kriminalisasi dan Pelanggaran HAM di Industri Nikel Morowali

Sedang Trending 3 minggu yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Massa nan tergabung dalam Koalisi Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation alias SLAPP menggelar tindakan di depan instansi PT Baoshuo Taman Industri Investment Group (BTIIG), Jakarta Selatan, Jumat, 1 November 2024. Aksi tersebut menuntut agar PT BTIIG menghentikan kriminalisasi dan pelanggaran HAM terhadap penduduk di lingkar industri nikel, khususnya Desa Topogaro dan Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

Sebagai informasi, PT BTIIG adalah perusahaan pengolahan nikel nan beraksi di Morowali dengan membangun area industri berjulukan Huabao Industrial Park. Luas kawasannya mencapai 20.000 hektar nan terletak di enam desa, ialah Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Umpanga, Larebonu, dan Wosu.

Saat ini, pembangunan tahap pertama berjalan di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu. Fasilitas nan dibangun mencakup PLTU captive berkapasitas 350 MW, flyover, stockpile ore, smelter, dan beragam akomodasi lainnya.

Koordinator Aksi sekaligus perwakilan Jaringan Advokasi Tambang alias Jatam Sulawesi Tengah, Moh Taufik, membeberkan bahwa operasi PT BTIIG ditolak oleh masyarakat. Pasalnya, pembangunan area industri sarat bakal konflik, seperti perampasan tanah masyarakat dan kerusakan lingkungan.

"Salah gusur, mematikan produksi lahan, merubah jalur sungai, menimbun irigasi, reklamasi ilegal, pengrusakan mangrove, dan pengambilalihan aset jalan desa secara sepihak adalah langkah nan dipakai," ujarnya saat ditemui di tengah-tengah tindakan pada Jumat, 1 November 2024.

Ia mengatakan bahwa masyarakat sekitar telah melakukan tindakan protes sejak 2022 nan dipicu saat lahan berisi tanaman seluas 14 hektar milik petani di Desa Ambunu digusur pada malam hari. Selain itu, PT BTIIG juga menyatakan sepihak jalan desa di Desa Topogaro dan Ambunu untuk digunakan sebagai jalan hauling. Bentuk protes dilakukan oleh masyarakat dengan memblokade jalan di dua desa tersebut.

"Jalan nan diklaim merupakan akses utama ke kebun dan jauh sebelum datang perusahaan sudah digunakan dalam corak jalan tanah. Saat ini, aktivitas kendaraan perangkat berat, abu jalan, dan gedung penampung ore nikel di badan jalan sangat mengganggu masyarakat," kata Taufik.

Iklan

Sebagai buntut dari tindakan protes masyarakat, PT BTIIG justru melaporkan lima penduduk Desa Topogaro, ialah Rahman Ladanu, Wahid Imran, Hamdan, Safaat, dan Sadam, ke Polda Sulteng atas dugaan pelanggaran pidana sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 162 tentang Pertambangan dan Minerba.

Lima penduduk Desa Ambunu, ialah Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms, dan Rifiana Ms, juga dilaporkan berasas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Pasal 63 ayat 1 dan Pasal 12 ayat 2 tentang Jalan.

Karena itu, massa tindakan lainnya nan juga berasal dari WALHI Sulteng, JATAM Sulteng, WALHI, JATAM, KPA, YTM, AEER, Greenpeace, dan Trend Asia mendesak pihak perusahaan untuk mencabut gugatan nan dilayangkan kepada lima orang penduduk tersebut. Menurut Taufik, tindakan tersebut merupakan corak pembungkaman terhadap demokrasi.

Kemudian, Koalisi Anti SLAPP juga menuntut agar perusahaan mengevaluasi seluruh corak aktivitas di area industrinya nan telah memberikan akibat jelek bagi masyarakat sekitar. "Beberapa sekolah nan berdekatan dengan PLTU itu anak-anaknya sudah kudu menggunakan masker lantaran ini juga terpapar debu dari PLTU," tutur Taufik.

Pilihan Editor: Terpopuler: Kontradiksi Prabowo Ingin Lindungi Pertamina dengan Pemeriksaan Kejagung, Hamba Allah Biayai Makan Bergizi Gratis

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis