Jakarta, CNN Indonesia --
Aktivis lingkungan tergabung dalam Yayasan Amerta Air Indonesia dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta pemerintah melakukan audit lingkungan terhadap pembuangan limbah oleh industri di area Teluk Semarang yang diduga berakibat terhadap kualitas tangkapan nelayan setempat.
Peneliti Yayasan Amerta Air Indonesia Syukron Salam di Semarang, Jawa Tengah, Minggu, mengatakan kedua lembaga ini melakukan riset berasas 18 tulisan jurnal tentang kualitas air perairan utara Kota Semarang nan terbit mulai 2018 hingga 2022.
"Penelitian ini menjawab rumor kandungan merkuri di kerang hijau hasil tangkapan nelayan di sekitar Teluk Semarang ini," katanya mengutip Antara, Minggu (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kandungan logam berat akibat pencemaran di Teluk Semarang, kata dia, berakibat terhadap hasil tangkapan laut serta kualitas hasil panen kerang hijau di area tersebut.
Industri di area Teluk Semarang, kata dia, diduga memberi kontribusi terbesar terhadap pencemaran nan berakibat terhadap tangkapan di pesisir Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jawa Tengah Iqbal Alma Ghosan mengatakan setidaknya terdapat 48 perusahaan di area Teluk Semarang nan juga mencakup wilayah Pelabuhan Tanjung Emas Semarang itu.
Berdasarkan hasil identifikasi, perusahaan-perusahaan ini berpotensi memberi kontribusi pada pencemaran logam berat tersebut.
Rekomendasi dari penelitian itu, ujar dia, ialah dorongan kepada pemerintah untuk melakukan audit lingkungan di Teluk Semarang terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan di area itu.
"Perlu audit lingkungan dengan tindakan lanjutan terhadap industri-industri nan membuang limbah ke laut," katanya.
Menurut dia, pemerintah kudu melakukan pertimbangan perizinan pembuangan limbah di Teluk Semarang.
Dia mengharapkan upaya tersebut bisa menekan pencemaran lingkungan sehingga mengembalikan ekosistem di sekitar perairan nan merupakan letak mata pencaharian nelayan Semarang.
Ketua RW 16 Kelurahan Tanjung Emas, Kota Semarang, Slamet Riyadi, menyebut sekitar 70 persen nelayan di area Tambak Lorok dan Tambak Rejo, saat ini beranjak menjadi pencari kerang hijau.
Dia mengatakan banyak nelayan beranjak ke pencari kerang hijau setelah kesulitan mencari ikan di sekitar area perairan Semarang.
Ia mengatakan akibat rumor kandungan merkuri, nilai jual kerang hijau nan dihasilkan nelayan Semarang terus turun.
"Kerang hijau Tambak Lorok tidak diterima di hotel dan restoran. Mereka condong mengambil dari wilayah Kendal dan area pesisir barat lainnya," katanya.
Isu kerang hijau Semarang nan mengandung merkuri, kata dia, berakibat terhadap penurunan nilai menjadi hanya Rp3 ribu-Rp6 ribu per kg, dari nilai pasaran Rp10 ribu-Rp20 ribu per kg.
Kondisi ini, ujar dia, sudah terjadi sejak lima tahun lalu, semenjak rumor tentang penelitian kualitas air di pesisir Semarang mulai muncul ke masyarakat luas.
(tim/DAL)
[Gambas:Video CNN]