TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, menanggapi kekhawatiran sejumlah personil DPR bahwa Indonesia tak bisa naik kelas alias keluar dari middle income trap. Hal ini disampaikannya dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI berbareng Kementerian PPN/Bappenas di Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis, 13 Juni 2024.
Suharso mengakui bahwa perihal tersebut juga menjadi kegelisahan di Kementerian PPN/Bappenas. "Apakah kita bakal lolos di middle income trap alias tidak, itu pertanyaan besar kita di depan. Kalau kita tidak aware, ya kita lewat itu," kata Suharso.
Sebelumnya, Anggota Komisi XI dari Fraksi PKS Anis Byarwati mengkhawatirkan realisasi sasaran RI untuk keluar dari middle income trap dan menuju negara maju. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam dua periode Presiden Joko Widodo alias Jokowi hanya berada pada rentang 5 hingga 6 persen.
"Dua periode pemerintahan Pak Jokowi ini kan 5 sampai 6 persen begitu kan. Kita baru sekali mencapai 7 persen itu di masa Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)," kata Anis dalam rapat.
Alih-alih Indonesia Emas, dia justru cemas bakal akibat Indonesia Cemas. "Dengan kondisi seperti ini, ini tantangan nan kudu kita pecahkan. Ketika kita mau mencapai Indonesia Emas jangan sampai Indonesia Cemas, lantaran target-targetnya gak tercapai," ucap dia.
Hal serupa juga dituturkan Anggota Komisi XI DPR RI fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno. "Kami merasakan ada sedikit keraguan di kalangan Bappenas, misalnya ketika memproyeksikan apakah kita bisa keluar dari middle income trap," katanya dalam rapat tersebut.
Kementerian PPN/Bappenas, kata Suharso juga mencoba menghitung proyeksi untuk sasaran menuju negara maju. Saat ini, konsentrasi Bappenas tidak lagi pada pertumbuhan ekonomi saja, melainkan pada pencapaian gross national income (GNI) per kapita.
Iklan
"Karena jika pencapaian GNI per kapita itu lebih terukur, lebih kena. Kalau pertumbuhan ekonomi, ya bagi otoritas fiskal pasti hubungannya plus inflasi. Itu adalah untuk revenue, untuk penerimaan. Jadi, sifatnya adalah assumption," kata dia.
Suharso menjelaskan, rumor pertama nan jadi sorotan dalam GNI per kapita adalah jumlah penduduk. Pada tahun 1804, jumlah masyarakat bumi hanya 1 miliar, sementara tahun 2024 sebanyak 8 miliar orang alias naik delapan kali lipat. Indonesia sendiri mencatat jumlah masyarakat pada 2024 sebanyak 279 juta orang.
Pada tahun 2048 alias 24 tahun nan bakal datang, jumlah masyarakat diperkirakan naik menjadi 9 miliar. Artinya, jumlah masyarakat bakal naik 1 miliar penduduk. Poinnya kata Suharso adalah treshold untuk GNI per kapita nan saat ini sekitar US$ 14 ribu.
"Cina sudah mendekati. Pada tahun 2045, perkiraan kita adalah US$ 26 ribu. Itu jika pertumbuhannya 3,6 sampai 3,4 persen pertumbuhan ekonomi global. Dengan pertambahan masyarakat 1 miliar, kue GNI, GDP seluruh bumi itu meroket juga. Artinya, negara-negara nan bakal sejahtera juga banyak. Nah, pertanyaannya, Indonesia di mana waktu itu?."
Oleh lantaran itu, kata Suharso Indonesia kudu mencapai setidaknya US$ 7.500 per kapita pada tahun 2029. Jika Indonesia bisa mencapai nomor tersebut, maka kesempatan menjadi negara maju semakin lebar. "Window opportunity dalam 2025 ke 2029 mudah-mudahan membawa kita track untuk mencapai di US$ 26 ribu ke atas pada tahun 2045. Tapi jika ini gak tercapai, kami cemas seperti kekhawatiran kita semua," ujarnya.
Pilihan Editor: Menteri PPN Suharso Monoarfa Tanggapi Keluhan Bahlil soal Penurunan Anggaran BKPM pada 2025