TEMPO.CO, Jakarta - Alumni Universitas Indonesia (UI) membikin petisi kepada Rektor UI untuk mengkaji ulang pemberian gelar ahli kepada ketua umum Golkar dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Petisi ini dilayangkan sebagai corak kepedulian terhadap integritas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya UI.
Salah satu alumni UI, Harris Muttaqin, menyatakan, kejanggalan dalam proses pemberian gelar ahli tersebut adalah pada masa studi nan dijalani Bahlil. Ia menilai, Bahlil nan bisa menyelesaikan studi doktoralnya dalam waktu kurang dari dua tahun sangat mencolok jika dibandingkan dengan standar waktu nan ditetapkan oleh Peraturan Rektor UI tentang Penyelenggaraan Program Doktor.
Sebagai informasi, Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, mengatakan, Bahlil tercatat sebagai mahasiswa SKSG UI tahun 2022. Ia mendaftar melalui jalur riset dalam program ahli UI. "Jadi, program ahli di SKSG ada nan by research, sama seperti di beberapa perguruan tinggi lain," kata Amelita saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024.
Harris mengatakan, dalam Pasal 29 ayat 1 Peraturan Rektor UI Nomor 3 Tahun 2024 tertulis bahwa masa tempuh kurikulum program ahli dirancang sepanjang 6 semester nan terdiri dari 2 semester pembelajaran nan mendukung penelitian dan 4 semester penelitian. Pada ayat 4 di pasal nan sama mengatakan bahwa masa tempuh kurikulum dapat berbeda dengan ketentuan unik untuk program studi nan diselenggarakan bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri.
Sementara itu, untuk program ahli jalur riset, Pasal 29 menyatakan bahwa mahasiswa wajib melaksanakan kajian literatur, khususnya pada jurnal ilmiah bereputasi nan berangkaian dengan riset utama mereka, dengan berat 10 (sepuluh) SKS. Selain itu, mahasiswa juga kudu mengikuti perkuliahan Program Doktor Jalur Riset nan dilaksanakan sepenuhnya di UI alias sebagian di mitra universitas luar negeri melalui Program Double Degree, Dual Degree, Program Joint Degree, alias program mobilitas internasional.
"Masa studi untuk program ahli biasanya memerlukan waktu nan lebih panjang untuk memastikan kedalaman penelitian dan kualitas akademik nan tinggi," ujar Harris dalam keterangan nan diterima Tempo, Kamis, 17 Oktober 2024.
Selain itu, ada dugaan bahwa karya tulis Bahlil Lahadalia diterbitkan di jurnal predator, nan dikenal tidak mempunyai standar akademik nan memadai. Menurut Harris, perihal ini memunculkan pertanyaan serius tentang validitas dan kredibilitas penelitian nan dilakukannya. "Publikasi di jurnal predator menunjukkan potensi pelanggaran etika akademik dan merugikan reputasi UI sebagai lembaga pendidikan tinggi terkemuka," ujarnya.
Iklan
Haris mendesak pihak rektorat untuk segera membentuk tim independen guna menginvestigasi dugaan komersialisasi dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil. Jika ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, dia meminta gelar doktornya dicabut.
Selain itu, petisi ini juga mendesak peningkatan pengawasan terhadap proses penyelesaian studi doktoral oleh lembaga legalisasi dan pihak terkait. Rektorat Universitas Indonesia diharapkan mempublikasikan secara transparan seluruh info mengenai persyaratan, prosedur, dan biaya dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil.
Petisi ini disebarkan melalui platform change.org dengan titel "Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik" pada 17 Oktober 2024. Hingga pukul 22.49 di hari nan sama, petisi ini telah mendapatkan 1037 tanda tangan.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan bahwa dia bisa menyelesaikan program doktoralnya kurang dari dua tahun. Ia mengaku prosesnya mendapatkan gelar ahli dalam waktu singkat itu cukup sulit. Namun dia memaksimalkan waktu semenjak kuliah di S1.
Alasan Bahlil bisa mendapat gelar ahli di waktu nan sigap adalah lantaran konsentrasi dan rela mengalokasikan waktu di antara banyak kesibukan. “Saya dalam proses tidak pernah ada pemberian alias cuma-cuma. Semuanya perjuangan,” ucapnya saat ditemui usai melakukan Sidang Terbuka Promosi Doktor di UI.
Pilihan Editor: Nalar Institute Ungkap Deretan Dampak Negatif Sosial-Lingkungan dari Implementasi PSN