TEMPO.CO, Jakarta -Politikus Partai Keadilan Sejahtera alias PKS Suryadi Jaya Purnama mengatakan fraksinya di Dewan Perwakilan Rakyat alias DPR menolak rencana pemerintah mewajibkan asuransi bagi kendaraan bermotor. Dia menilai argumen Otoritas Jasa Keuangan alias OJK nan melempar rencana wajib asuransi kendaraan ke publik asal-asalan.
“Fraksi PKS menolak tanggungjawab asuransi bagi kendaraan bermotor, apalagi hanya lantaran pendapat OJK nan asal-asalan mengutip UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan),” kata Suryadi dalam keterangan tertulis pada Ahad, 21 Juli 2024.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana menerapkan wajib asuransi bagi kendaraan tahun depan. Rencana ini bakal diterapkan setelah Presiden Joko Widodo alias Jokowi meneken Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengenai tindak lanjut dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Suryadi menyebut asuransi kendaraan ini bakal menambah beban bagi masyarakat. Dia berdasar kendaraan bagi masyarakat bukan sekadar perangkat transportasi, tapi perangkat produksi. Saat bagi sejumlah pihak kendaraan berfaedah sebagai perangkat produksi, Suryadi menilai perihal ini bakal berpotensi merembet kepada naiknya nilai peralatan dan jasa. “Jangankan bayar premi asuransi, pajak kendaraan bermotor (PKB) saja masyarakat tetap banyak nan menunggak. Sebagai perangkat produksi, jelas tambahan beban ini berpotensi bakal merembet kepada kenaikan nilai beragam peralatan jasa,” kata Suryadi.
Korlantas Polri pada 2022 mencatat sebanyak 50 persen kendaraan bermotor di Indonesia tetap mempunyai tunggakan PKB dengan nilai mencapai Rp 100 triliun. “Persoalannya bisa jadi lantaran sistem bayar pajaknya tidak efektif alias memang masyarakat tak sanggup dengan beban biayanya,” kata Suryadi.
Oleh lantaran itu, Suryadi mengatakan dalam patokan ini pemerintah juga mesti mendapat persetujuan DPR dalam menerbitkan Peraturan Pemerintah nan mengatur asuransi wajib bagi kendaraan bermotor ini. Regulasi ini tercantum dalam Pasal 39A UU P2SK ayat (4).
“Jika rupanya tanggungjawab asuransi bagi kendaraan tersebut mendapatkan penolakan keras dari masyarakat sehingga PP-nya tidak disetujui oleh DPR, maka Pemerintah tidak boleh memberlakukan asuransi tersebut,” kata dia.
Suryadi nan juga Anggota Komisi V DPR itu menilai program asuransi wajib untuk kendaraan bermotor ini belum menjadi solusi komprehensif dari permasalah nan sesungguhnya. Dia juga mencatut Pasal 39A UU P2SK nan menjelaskan bahwa program asuransi wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab pihak ketiga alias third part liability. Aturan ini salah satunya mengenai dengan kecelakaan lampau lintas.
“Artinya, tidak sekonyong-konyong kendaraan bermotor itu wajib asuransi, melainkan musababnya mengenai dengan kecelakaan lampau lintas. Jadi, andaikan terjadi kecelakaan lampau lintas, pemerintah berambisi kerugiannya dapat ditekan seminimal mungkin dengan asuransi,” kata dia.
Iklan
Suryadi menilai rencana program asuransi wajib untuk kendaraan bermotor ini merupakan tindakan kuratif dan rehabilitatif ketika terjadi kecelakaan lampau lintas. Meski demikian, kata Suryadi, tindakan ini belum mencakup promotif dan preventif. “Jika memang Pemerintah betul-betul serius mencari solusi atas kecelakaan lampau lintas secara komprehensif, semestinya jangan asal bunyi (asbun) asuransi wajib bagi kendaraan,” kata dia.
Dia menyebut harusnya pemerintah merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Meski demikian, Suryadi mengakui revisi UU LLAJ ini telah lama dibahas di Komisi V, tapi Badan Legislatif DPR menghapus dari prolegnas prioritas 2023. “Padahal RUU ini telah mendapatkan beragam masukan dari para master transportasi, praktisi dan beberapa asosiasi,” kata dia.
Suryadi juga mengatakan fraksi PKS mengusulkan revisi UU LLAJ dapat dibahas kembali melalui usulan pemerintah agar kecelakaan lampau lintas dapat dicarikan solusi nan komprehensif. Dia menilai rencana mewajiban asuransi untuk kendaraan bermotor saat ini justru membebani masyarakat.
Fraksi PKS berambisi agar revisi UU LLAJ dapat dibahas kembali melalui usulan pemerintah, bukan dengan gampangnya membebani masyarakat dengan asuransi, apalagi alasannya lantaran praktik asuransi wajib ini sudah bertindak di beragam negara lain,” kata Suryadi.
Di Korea Selatan, kata Suryadi, asuransi menjadi bagian dari solusi nan komprehensif dari persoalan lampau lintas. Dia mencontohkan truk Over Dimension Over Load (ODOL) di sana tidak bertindak asuransinya lantaran truk semacam itu bisa saja melibatkan modifikasi ilegal.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Asuransi, Penjamin, dan Dana Pensiun Ogi Prastomiyono, mengatakan saat ini institusinya sedang menyiapkan skema penerapan asuransi kendaraan sembari menunggu peraturan pemerintah nan bakal menjadi payung norma dari rencana ini. “Untuk mewajibkan asuransi kendaraan itu kudu ada payung hukum. Jadi setiap pemilik kendaraan wajib untuk mengasuransikan kendaraan,” kata Ogi dalam Insurance Forum nan Tempo pantau secara daring pada Rabu, 17 Juli 2024.
Berdasarkan UU P2SK, Ogi mengatakan harusnya peraturan pemerintah melalui Kementerian Keuangan nan bakal mengatur pengenaan wajib asurani bagi kendaraan itu bakal keluar di Januari 2025. Senyampang itu, Ogi mengatakan institusinya juga bakal membikin Peraturan OJK nan mengatur asuransi kendaraan ini. “Dalam UU P2SK dicantumkan bahwa asuransi kendaraan itu dapat menjadi asurani wajib,” kata Ogi.
Pilihan editor: OJK Tunggu Pemerintah Terbitkan PP Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor