Anwar Abbas: Fatwa MUI Haramkan Salam Lintas Agama untuk Jaga Akidah

Sedang Trending 3 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menganggap fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nan mengharamkan pengucapan salam lintas agama semata untuk menjaga iktikad umat Islam.

"Jika kita bicara tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia nan mengenai dengan masalah salam lintas agama, itu konteksnya sudah jelas untuk menjaga iktikad dan kepercayaan dari umat Islam sendiri agar mereka tidak terseret kepada hal-hal nan tidak disukai oleh Allah SWT," kata Anwar dalam keterangannya, Kamis (13/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Anwar menjelaskan konteks salam dalam aliran Islam merupakan ibadah. Karena itu, sesama orang muslim dapat mengucapkan salam 'Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh'.

Dia pun menjelaskan soal gimana jika seorang muslim mau menyapa salam orang lain nan berbeda agama? Menyikapi ini, Anwar mengatakan ustadz melakukan ijtihad lantaran belum ada tuntunan nan jelas.

Dalam berijtihad, kata dia, ustadz mempunyai pedoman agar ketika menyampaikan salam jangan sampai merusak iktikad dan kepercayaan umat Islam.

"Salah satu perihal nan kudu kita jaga dalam menyampaikan salam tersebut gimana caranya agar ketika kita menyampaikan salam tersebut kita tidak menyekutukan Allah SWT," kata dia.

Karena itu, Anwar menawarkan solusi pengganti salam nan paling kondusif secara hukum digunakan umat Islam kepada orang non-muslim adalah salam nan tidak mengandung ibadah dan ataupun tradisi dari pemeluk kepercayaan lain tersebut.

"Contohnya adalah salam-salam nan juga sudah biasa diucapkan oleh penduduk bangsa di negeri ini seperti 'selamat pagi', 'selamat siang' dan 'selamat malam' dan alias 'salam sejahtera untuk kita semua'," kata dia.

Anwar menilai pengganti salam ke kepercayaan lain tersebut perlu dipertegas agar umat Islam tak sampai mengucapkan salam dari semua kepercayaan dengan argumen toleransi.

Baginya, perihal ini krusial untuk dipahami lantaran semangat nan terkandung dalam UUD 1945 mengamanatkan masyarakat Indonesia dituntut menjadi orang baik nan tunduk serta alim dengan aliran agamanya masing-masing.

"Supaya terbangun hubungan nan baik diantara kita nan sama dan alias berbeda kepercayaan dan keyakinannya maka sapa lah mereka dengan salam nan tidak bakal merusak iktikad dan kepercayaan kita masing-masing," kata Anwar nan juga wakil ketua MUI ini.

Sebelumnya hasil forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI nan digelar di Bangka Belitung pada 30 Mei lampau memutuskan mengucapkan salam lintas kepercayaan bukan penerapan dari toleransi.

MUI menilai pengucapan salam merupakan angan nan berkarakter 'ubudiah alias mengabdikan diri kepada Allah SWT. Karenanya, kudu mengikuti ketentuan hukum Islam dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ucapan salam dari kepercayaan lain.

Fatwa ini lantas mengundang kritik dan pertanyaan dari pelbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf nan mempertanyakan dasar keluarnya fatwa MUI nan mengharamkan salam lintas kepercayaan tersebut.

Ia menganggap enam ucapan salam di dalam salam lintas kepercayaan itu bukan sebagai mencampuradukkan ibadah.

Gus Yahya menganggap bahwa frasa Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh bukan ibadah. Ia juga menyebut 'salam sejahtera' tak pernah masuk dalam liturgi di kepercayaan Kristen dan Katolik.

"Jadi jika pencampuran ibadah, ibadah apa nan dicampur? Wong nan lain bukan ibadah. Nah, perihal begini kenapa terjadi? Karena mindset, belum menginternalisasi mindset Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Gus Yahya dalam aktivitas Halaqoh Ulama di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (11/6).

Kritikan juga datang dari Badan Pembinaan Ideologis Pancasila (BPIP) nan menganggap keluarnya fatwa ini telah menakut-nakuti eksistensi Pancasila.

"Secara sosiologis, hasil ijtima tentang pelarangan ucapan salam lintas kepercayaan dan selamat hari raya keagamaan menakut-nakuti eksistensi Pancasila dan keutuhan hidup berbangsa nan sejak dulu kala telah terkristalisasi menjadi sebuah kearifan lokal," kata BPIP dalam keterangan resminya.

BPIP lantas mengidentifikasi MUI merupakan ormas nan kudu tunduk dan alim pada Pancasila dan UU Organisasi Kemasyarakatan. Aturan itu, lanjutnya, mengatur setiap ormas bertanggung jawab untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan NKRI.

Atas dasar itu, BPIP memandang terbitnya hasil Ijtima MUI tentang dilarangnya salam lintas kepercayaan dan mengucapkan hari raya keagamaan lain telah menegasikan tanggungjawab ormas nan diatur dalam UU tentang Ormas.

(rzr/pmg)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional