Apakah Putusan MK soal Pilkada Bisa Dibatalkan oleh DPR?

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

DPR akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada dalam Rapat Paripurna Gedung MPR/DPR, Jakarta, hari ini, Kamis (22/8). Rencana pengesahan nan abaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini mendapat penolakan dari mahasiswa, akademisi hingga kalangan buruh.

Pasalnya, Revisi UU Pilkada dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.

Baleg DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama mengenai perubahan syarat periode pemisah pencalonan pilkada dari jalur partai hanya bertindak untuk partai nan tidak punya bangku di DPRD.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Partai nan punya bangku di DPRD tetap kudu memenuhi syarat 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi pemilu sebelumnya.

Kemudian soal pemisah usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di pasal 7. Baleg memilih mengangkat putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, pemisah usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.

Apakah Putusan MK dapat dibatalkan oleh DPR?

Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin mengatakan putusan MK berkarakter final dan mengikat. Oleh karena itu, DPR tidak bisa semena-mena mengubah, membatalkan alias mengabaikan.

"Final dan mengikat ini juga sudah ditekankan bertindak pada Pilkada 2024. Jadi, kebalik logikanya DPR," kata Usep.

Menurut dia, DPR telah melanggar konstitusi lantaran telah menganulir putusan MK tersebut.

"Iya, tidak sesuai konstitusi," ujarnya.

Pakar Hukum Kepemiluan Titi Anggraini juga mengatakan perihal serupa. Titi menyatakan Pilkada 2024 inkonstitusional jika DPR tetap mengesahkan RUU Pilkada dan ditindaklanjuti oleh KPU.

"Jelas putusan MK final dan mengikat serta bertindak serta merta bagi semua pihak alias erga omnes," kata Titi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/8).

"Kalau sampai disimpangi, maka telah terjadi pembangkangan konstitusi dan jika terus dibiarkan berlanjut, maka Pilkada 2024 adalah inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan," imbuhnya.

Anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS) Herdiansyah Hamzah 'Castro' juga mengatakan putusan MK soal syarat usia serta perolehan bunyi partai politik untuk mengusung kandidat kepala wilayah langsung bertindak di Pilkada 2024.

"Berlaku untuk Pilkada 2024," tuturnya.

Castro menjelaskan MK tidak menyebut kapan putusan itu berlaku. Hal ini seperti perubahan syarat usia minimal capres-cawapres dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu langsung bertindak di Pilpres 2024.

"Beda misalnya dengan putusan MK nan berangkaian dengan periode pemisah bunyi dari parpol nan ditegaskan bahwa itu bakal bertindak 2029. Sementara putusan MK ini kan tidak menyebut apakah bertindak 2029 alias tidak. Artinya semestinya bertindak untuk Pilkada 2024," jelas Castro.

(yla/DAL)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional