TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menanggapi kegusaran Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia lantaran anggaran kementeriannya diturunkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.
“Hampir semua Kementerian pasti minta tambahan, termasuk tambahan nan kemarin ini dari Pak Bahlil (dalam Rapat Kerja berbareng Komisi VI DPR RI,” ujar Menteri PPN dalam aktivitas Sustainable Development Goals (SDGs) Center Conference 2024 nan dipantau secara virtual di Jakarta, Rabu, 12 Juni 2024.
Berdasarkan patokan nan berlaku, kata, Bappenas mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi setiap program di pemerintahan dengan standar Governance Risk Compliance (GRC).
Dengan perspektif GRC, RKP 2025 bakal mengukur jenis dan tingkat akibat (risk appetite) dalam setiap agenda pembangunan.
“Jadi sekarang dengan instrumen GRC itu kami juga bisa mengatakan ‘oh ya, ini enggak, ini begitu’. Kalau-kalau dia (anggaran kementerian tertentu) nambah, malah jika bisa kami kurangi. Kami juga sedang berpikir belanja-belanja modal itu mungkin tidak perlu lagi ada di APBN,” kata Suharso Monoarfa.
Pada Selasa lalu, Menteri Bahlil Lahadalia sempat mengeluh ke personil DPR lantaran anggaran tahun 2025 turun menjadi Rp681 miliar.
Dengan anggaran nan dinilainya tidak tidak memadai itu, bakal susah mencapai RKP 2025 nan telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas.
“RKP itu bicara nomor nominal dan ini mempengaruhi proses ekonomi kita di 2025. Bagaimana mungkin sasaran investasi dinaikkan Rp1.850 triliun, anggarannya diturunkan. Dari sasaran Rp1.400 triliun di 2023 dengan anggaran Rp1,2 triliun lebih, sekarang sasaran dinaikkan dan anggaran turun jadi Rp600 miliar lebih," ucap Kepala BKPM dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa.
Bahlil mengharapkan personil DPR dapat memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri PPN Suharso Monoarfa untuk menjelaskan perihal penurunan anggaran.
Ia pun meminta RKP untuk Kementerian Investasi dikoreksi menjadi Rp800 triliun agar dapat terwujud sesuai dengan anggaran nan diterima.
Iklan
"Saya menyarankan kepada pimpinan, kita revisi saja RKP-nya dari Rp1.850 triliun menjadi Rp800 triliun, lantaran itu rasionalisasi nan saya buat dengan tim saya. Jadi saya minta maaf, saya tidak mau menjadikan staf saya ini kambing hitam dalam rapat kemudian," katanya.
Ia menambahkan RKP Rp1.850 triliun sampai Rp1.900 triliun merupakan syarat pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.
Bahlil menyebut, sasaran investasi tersebut untuk mendorong ekspor dan impor, dukung produk hilirisasi dan pembuatan lapangan kerja nan berkualitas.
Lapangan kerja berbobot nan dimaksud Bahlil adalah mempunyai bayaran nan cukup sehingga dapat menjamin kesejahteraan pegawainya.
"Karena lapangan kerja nan berbobot salah satu cirinya adalah bayaran nan cukup. Kalau bayaran UMR bagus juga untuk padat karya, tapi kan kita mau mendorong pertumbuhan berkualitas," katanya.
Untuk mendapat merealisasikan sasaran tersebut, Bahlil meminta agar anggaran untuk Kementerian Investasi dinaikkan.
Menurut Bahlil, dengan anggaran nan tidak memadahi bakal susah mencapai RKP nan telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
ANTARA
Pilihan Editor Mengenal Temu, Aplikasi Asal Cina nan Bikin Pemerintah Khawatir