TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan bahwa ada nilai subsidi daya nan berpotensi tidak tepat sasaran. Nilai subsidi nan tak tepat sasaran ini mencapai Rp 100 triliun dari total alokasi subsidi dan kompensasi daya tahun ini nan sebesar Rp 435 triliun.
“Kurang lebih sekitar 20-30 persen subsidi BBM dan listrik itu berpotensi tidak tepat sasaran, dan itu gede angkanya, kurang lebih Rp 100 triliun,” ujar Bahlil di Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa adanya subsidi dari pemerintah bermaksud untuk disalurkan kepada penduduk nan berkuasa menerima subsidi. “Tidak mau kan subsidi nan harusnya itu untuk saudara-saudara kita nan ekonominya belum bagus, kemudian malah diterima oleh saudara-saudara kita nan ekonominya sudah bagus,” ujarnya.
Kementerian ESDM mengatakan bahwa mereka menemukan potensi penyaluran subsidi daya nan tidak tepat sasaran dari beragam laporan PLN, Pertamina, dan BPH Migas. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, politikus Golkar ini mengatakan bahwa Presiden Prabowo telah membentuk Tim Khusus Subsidi nan dipimpin oleh dirinya. Tim ini nantinya bekerja untuk menemukan solusi mengenai penyaluran subsidi daya nan tidak tepat sasaran itu.
Lebih lanjut, Bahlil mengatakan bahwa saat ini Kementerian ESDM tetap mengkaji skema subsidi BBM ke depannya. Penggantian model subsidi menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) menurutnya pun tetap menjadi kajian internal kementerian. Ditambah lah, lanjut Bahlil, bahwa saat ini juga tetap menunggu laporan dari Pertamina dan BPH Migas mengenai formulasi subsidi BBM.
“Karena kita kudu hati-hati lantaran kita kudu menunggu laporan dari teman-teman. Dari Pertamina dan BPH Migas,” katanya.
Tidak hanya itu, Menteri ESDM ini memastikan bahwa BLT memang menjadi opsi nan juga ikut dikaji dan merupakan opsi nan terdepan untuk direalisasikan. Ia juga mengatakan saat ini mempertimbangkan untuk tidak mencabut subsidi bagi kendaraan umum.
“BLT ini adalah salah satu opsi dan bakal diputuskan kelak pada hari nan depan. Dan opsinya saya pikir, opsinya lebih mengerucut ke sana (BLT),” sambungnya. Bahlil juga menambahkan bahwa pendataan penerima subsidi tepat sasaran ditargetkan bakal rampung paling lama kuartal pertama tahun 2025.
Sementara itu, Penasihat Khusus Presiden Utusan Ekonomi, Bambang Brodjonegoro mendukung mengenai skema perubahan subsidi BBM menjadi BLT. Dirinya menilai bahwa perubahan skema ini perlu dilakukan lantaran subsidi BBM saat ini tidak lagi efektif dan condong kurang tepat sasaran.
“Subsidi BBM itu basisnya harga. Jadi hanya membedakan antara berapa biaya produksi dengan nilai jual. Nah, ketika nilai jualnya di bawah biaya produksi, maka pemerintah kudu subsidi. Memang sudah ditentukan hanya Pertalite, tapi kan problemnya adalah salah sasaran,” kata Bambang saat konvensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.
“Subsidi BBM itu basisnya harga. Jadi hanya membedakan antara berapa biaya produksi dengan nilai jual. Nah, ketika nilai jualnya di bawah biaya produksi, maka pemerintah kudu subsidi. Memang sudah ditentukan hanya Pertalite, tapi kan problemnya adalah salah sasaran,” kata Bambang saat konvensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 di Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Di konvensi pers, Bambang juga mengatakan bahwa skema subsidi BLT nantinya disalurkan langsung ke family nan memerlukan dan jauh lebih efektif. Sementara, skema subsidi BBM nan melangkah saat ini, kata Bambang, justru kerap dinikmati oleh masyarakat nan mampu.
Selanjutnya, Ia juga mengatakan dengan adanya skema pemberian subsidi nan baru ini nantinya, masyarakat diharapkan tidak cemas mengenai akibat daya beli masyarakat nan menurun. Musababnya, menurutnya pemerintah nantinya bisa menjaga daya beli masyarakat agar tidak terganggu sehingga meminimalkan akibat terjadinya inflasi.
HAURA HAMIDAH I A VEDRO IMANUEL G
Artikel ini terbit di bawah titel Bahlil Sebut Potensi Subsidi BBM dan Listrik Tidak Tepat Sasaran Senilai Rp 100 Triliun