TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Informasi Pusat (KIP) meminta pemerintah transparan soal rencana pajak penambahan nilai alias PPN 12 persen nan bertindak pada 1 Januari 2025. KIP pun menilai tak terbukanya rencana ini justru bakal memicu kecurigaan masyarakat terhadap duit hasil pajak.
Anggota KIP Rospita Vici Paulyn menyinggung kasus korupsi pajak oleh terpidana Gayus Tambunan di PT Megah Citra Raya pada 2011 silam. Dia menyebut korupsi pajak oleh Gayus bisa saja terjadi dalam rencana ini.
“Contoh Gayus Tambunan nan bukan petinggi negara, hanya di tengah-tengah saja bisa korupsi seperti itu. Tidak mungkin dia itu sendiri. Pasti ada kronik-kroniknya, dan itu tidak pernah diungkap secara terbuka kepada publik,” kata Vici kepada awak media saat di kantornya pada Senin, 25 November 2024.
Tanpa transparansi, Vici mengatakan kebijakan PPN 12 persen ini bakal dicurigai masyarakat. Sebab, kata dia, kekuasaan itu condong rentan diselewengkan. “Kurang transparan membikin masyarakat skeptis. Kekuasaan itu condong diselewengkan,” kata dia.
Karena tak transparan, kata dia, kebijakan ini akhirnya menimbulkan polemik di masyarakat. Dia menyebut pemerintah harusnya terbuka soal rencana pajak ini bakal digunakan untuk apa dan memastikan bisa digunakan dengan baik.
“Pemerintah perlu menjelaskan, apakah betul-betul dimanfaatkan maksimal oleh pemerintah,” kata dia.
KPI mencatat rencana kenaikan PPN 12 persen ini juga bakal berakibat pada pengeluaran masyarakat. Setidaknya, KPI menilai rencana ini bakal berpengaruh ke konsumsi rumah tangga, penurunan keahlian produksi perusahaan, pemutusan hubungan kerja (PHK), merosotnya minat investasi, dan sasaran pertumbuhan bakal susah dicapai.
“Ini menjadi dampak, masyarakat kita nan menengah ke bawah nan mengalaminya,” kata dia.
Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Mukhamad Misbakhun, sebelumnya juga merespons polemik penolakan kenaikan pajak ini. Menurut dia masalah tarif PPN sudah disampaikan ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja beberapa waktu lalu.
“Sudah disampaikan dan Bu Sri Mulyani kan tetap pada situasi seperti itu (menaikkan PPN),” kata dia seusai menghadiri aktivitas Core Economic Outlook & Beyond 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu, 23 November 2024.
Misbakhun mengatakan situasi ekonomi saat ini sedang susah lantaran ada penurunan daya beli dan kelas menengah. Hal ini terlihat dari tabungan masyarakat nan menurun. “Kelompok masyarakat dengan rekening Rp3 juta sekarang kebanyakan turun ke Rp1,8 juta,” kata dia.
Hasil riset Center of Reform on Economics (CORE) memaparkan golongan dengan simpanan di bawah Rp 100 juta mendominasi total jumlah rekening di Indonesia ialah 98,8 persen. Jumlah tersebut menunjukkan tren penurunan secara konsisten dari kebanyakan Rp3 juta pada 2019 menjadi Rp1,8 juta pada 2023.
Ilona Esterina berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.