TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dalam disertasinya, menyatakan bahwa perencanaan hilirisasi nikel di Indonesia tetap berkarakter parsial. Hal tersebut berakibat negatif pada lingkungan dan kualitas hidup masyarakat lokal di wilayah penghasil nikel.
Ketua Umum Partai Golkar itu menyatakan telah melakukan penelitian dengan langsung ke wilayah seperti Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan letak PT Indonesia Weda Bay Industrial Park di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
Bahlil menjelaskan, pengembangan area industri nikel di Morowali telah dimulai sejak 2012 dan meningkat pesat pada 2016. Hingga saat ini, belum ada area industri nan dikerjakan secara paralel seperti nan terjadi di Morowali. "Ini peralatan baru sekali dan kemudian ini terjadi sampai dengan sekarang ini. Kita tahu bahwa kondisinya tidak terlalu baik," katanya.
Bahlil mengatakan, ini adalah sesuatu nan baru. Perencanaan nan dilakukan belum optimal, sehingga berakibat negatif pada lingkungan dan kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.
Pemerintah berupaya menegakkan regulasi. Namun, tetap terdapat kebingungan dalam menentukan langkah nan tepat untuk menerapkan patokan tersebut. "Jadi memang seperti anak mini lah. Kalau anak baru lahir jatuh-jatuh ya biasa itu. Tapi jika dia jatuh terus itu kelak nan nggak bagus," katanya.
Iklan
Mantan Menteri Investasi itu juga mengatakan bahwa masalah nan muncul dalam hilirisasi itu merupakan kesalahan bersama, termasuk pemerintah dan pasar. Namun dia mengingatkan untuk tidak berpikir ke belakang. Ia menyarankan untuk segera melakukan perbaikan. "Ketika kami di Kementerian Investasi, kami sudah membikin standar. Standarnya minimal kudu sama dengan di Weda Bay, sembari kita memperbaiki nan di Morowali," katanya.
Ada sejumlah masalah nan bisa diidentifikasi dari hilirisasi nikel ini. Termasuk soal kesehatan masyarakat. Dalam temuan Bahlil, sebesar 54 persen masyarakat di wilayah Kabupaten Morowali mengalami kesehatan berupa jangkitan saluran pernapasan atas alias ISPA.
Bahlil Lahadalia resmi menyandang gelar ahli usai menjalani Sidang Terbuka nan digelar oleh Kajian Stratejik dan Global di Universitas Indonesia, Depok, 16 Oktober 2024. Judul disertasinya adalah "Kebijakan, Kelembagaan dan Tata Kelola Hirilisasi Nikel nan Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia".
Pilihan Editor: Kisah Bahlil Usai Raih Gelar Doktor dari UI, Mengaku Tidak Punya Target hingga Wujudkan Mimpi Ayah