Balik Arah DPR di UU Pilkada, Dejavu 1998 hingga Sinyal Redup Jokowi

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

DPR akhirnya menyetujui Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai pencalonan kepala wilayah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), pada Minggu (25/8).

Kondisi ini berbanding terbalik daripada sikap DPR pada Rabu (21/8) kemarin, nan mendorong pengesahan Revisi UU Pilkada ke Rapat Paripurna meskipun berbenturan dengan putusan MK.

Sebelumnya, Baleg DPR menyepakati RUU Pilkada dibawa ke paripurna. RUU itu disetujui delapan dari sembilan fraksi di DPR. Hanya PDIP nan menolak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembahasan RUU Pilkada dilakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Baleg beberapa kali mengabaikan interupsi dari PDIP.

Revisi UU Pilkada juga dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah syarat pencalonan pilkada melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024. Namun, DPR tak mengakomodasi keseluruhan putusan itu.

Baleg DPR mengesahkan beberapa perubahan dalam RUU Pilkada ini. Pertama mengenai perubahan syarat periode pemisah pencalonan pilkada dari jalur partai hanya bertindak untuk partai nan tidak punya bangku di DPRD.

Partai nan punya bangku di DPRD tetap kudu memenuhi syarat 20 persen bangku DPRD alias 25 persen bunyi pemilu sebelumnya.

Kemudian soal pemisah usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur di Pasal 7. Baleg memilih mengangkat putusan Mahkamah Agung (MA) dibandingkan MK. Dengan demikian, pemisah usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih.

DPR buang badan

Sejumlah pengamat politik menilai sikap 'buang badan' itu terpaksa diambil oleh DPR lantaran tekanan dari rakyat nan menolak RUU Pilkada melalui tindakan demonstrasi sangatlah besar dan semakin tidak terbendung.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan langkah tersebut otomatis dilakukan lantaran resisten dari masyarakat sudah terlanjur membesar.

Ia meyakini para partai politik tersebut telah melakukan kalkulasi dan meyakini akibat negatif nan diterima bakal jauh lebih besar jika terus mendorong pengesahan RUU Pilkada. Oleh karena itu, Agung menilai sikap buang badan menjadi solusi paling realistis nan dapat diambil oleh DPR.

"DPR tak mau melawan arus opini dan persepsi publik nan menghendaki putusan MK agar diikuti semua pihak tanpa selain termasuk DPR, Pemerintah dan KPU," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (26/8).

Agung mengatakan salah satu pertimbangan nan diambil oleh DPR lantaran rumor #KawalPutusanMK berkembang secara masif dan menjadi perhatian masyarakat secara nasional.

Isu tersebut, kata dia, juga bisa menggerakkan seluruh komponen masyarakat sipil secara organik dan serentak di seluruh wilayah Indonesia. Terlebih aktivitas itu berpotensi menimbulkan gejolak politik nan lebih besar jika terus dilawan oleh pemerintah ataupun DPR.

"Karena jika ini terus diabaikan, maka dampaknya bisa menghadirkan instabilitas politik. Menimbang rumor #KawalPutusanMK sudah sangat viral," jelasnya.

Pendapat senada juga diamini oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin. Menurutnya, andaikan tindakan demonstrasi terus bersambung di pelbagai daerah, bukan tidak mungkin gejolak politik seperti tahun 1998 bakal kembali terulang untuk kedua kalinya.

"Karena tekanan massa, demonstrasi nan begitu besar begitu banyak, begitu menggema itu bisa memicu peristiwa 98 jika diteruskan RUU Pilkada," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

"Tidak main-main. DPR mengerti itu, makanya membatalkan RUU Pilkada sekaligus menyetujui PKPU nan dibuat dengan merujuk pada putusan MK," imbuhnya.

Redup Pengaruh Jokowi di Akhir Kepemimpinan

Lebih lanjut, Ujang memandang beralihnya sikap DPR itu tidak bisa dilepaskan dari aspek Presiden Joko Widodo nan sudah mulai ditinggalkan dan kehilangan pengaruh.

Ia lantas mengibaratkan posisi Jokowi dalam peta politik nasional tak ubahnya seperti 'bebek lumpuh'. Ujang menilai tekanan nan biasa dilakukan Jokowi saat ini sudah tidak mempan lagi digunakan lantaran masa jabatannya nan hanya tersisa dua bulan saja.

"Jokowi sudah mulai ditinggalkan dia sudah kehilangan pamor, nilai diri dan pengaruhnya. Jokowi ini sudah seperti bebek lumpuh," tuturnya.

Oleh karena itu, Ujang mengatakan satu-satunya langkah nan paling masuk logika diambil oleh DPR ialah dengan melemparkan bola panas kemarahan publik kembali kepada Presiden Joko Widodo.

"Itu menjadi pilihan bagi Parpol daripada digeruduk massa ataupun dicerca, lebih baik diarahkan kepada Jokowi. Ini lebih kepada posisi Jokowi nan sudah mulai lemah dan ditinggalkan," jelasnya.

Menurut Ujang, kondisi saat ini juga sudah jauh berbeda daripada Pilpres kemarin, ketika Gibran Rakabuming nan juga anak Jokowi bisa maju lewat putusan MK.

Ketika itu, masa kedudukan Jokowi tetap cukup lama sehingga pengaruhnya sangatlah kuat. Selain itu, para partai politik juga memerlukan aspek support dari Jokowi untuk memenangi Pilpres.

Sementara, kata dia, faktor-faktor tersebut saat ini sudah tidak lagi dirasakan oleh partai politik. Sebab, satu-satunya nan diuntungkan lewat RUU Pilkada hanyalah Jokowi lantaran anaknya Kaesang Pangarep dapat maju di Pemilihan Gubernur.

"Tidak ada untungnya juga bagi parpol untuk memaksakan kehendak Jokowi. Kepercayaan publik pada Parpol dan pemerintah bisa hancur dan itu bahaya. Lebih baik jokowi ditinggalkan dan mengikuti putusan MK," jelasnya.

Di sisi lain, Agung menilai sikap berbeda nan diambil DPR tersebut juga berangkaian dengan masa kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming nan bakal segera dilantik.

Menurutnya keputusan itu diambil lantaran Prabowo nan juga sebagai pemimpin Koalisi Indonesia Maju (KIM) enggan menanggung 'dosa' pemerintahan sebelumnya ketika baru bakal mulai menjabat sebagai presiden.

Apalagi, kata dia, rumor dinasti politik saat ini sudah sangat mengakar di masyarakat dan bisa merusak kepercayaan terhadap pemerintahan ke depannya.

"Prabowo tak mau membawa beban politik nan besar ketika mulai menjalankan pemerintahan. Menimbang rumor Trah Jokowi ini sudah menjadi rumor publik nan berulang," pungkasnya.

(tfq/isn)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional