TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira melihat ada tekanan nan dirasakan Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, mantan Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN terkait kondisi finansial IKN. Menurut Bhima kondisi finansial IKN nan bermasalah, kaitannya dengan ketidakmampuan pemerintah mencari penanammodal dan hanya mengandalkan APBN.
"Kepala Otorita IKN dan wakil kepala mundur bersamaan kan sebenernya mengirim sinyal kondisi finansial IKN sedang bermasalah dan permasalahannya serius. Jadi kira-kira, karena tidak bisa mencari duit dan hanya mengandalkan APBN sementara waktu, ini kan presure-nya cukup besar," ucap Bhima pada diskusi media nan dilakukan secara daring melalui kanal Youtube Sahabat ICW, Rabu, 5 Juni 2024.
Sulitnya mencari penanammodal untuk mendanai IKN membuat pemerintah harus menggunakan APBN sebagai solusinya. Hal tersebut menurut Bhima jadi sinyal negatif, karena APBN sendiri memiliki keterbatasan.
Mengetahui permasalahan tersebut, Bhima mengakhawatirkan ada upaya lain nan dilakukan pemerintah agar proyek IKN tidak menjadi beban APBN. Upaya tersebut antara lain, mengikat Otorita IKN dengan Lembaga Pengelola Investasi atau Indonesia Investmen Authority (INA) untuk mencarikan dana, namun berupa utang.
"Ini sebenernya bukan investasi tapi sebenarnya utang, jadi IKN ini tidak dibiayai investasi melainkan dengan surat utang. Menjadi resiko nan sangat besar jika berinvestasi secara langsung, sehingga lebih baik membeli surat utang lewat pemerintah, atau SBN," ujar Bhima.
Tak henti di situ, melihat program Tapera nan kini juga menjadi perbincangan publik, kekhawatiran Bhima beralasan. Bhima menyoroti bagaimana Tapera menghimpun biaya dari publik sebagai solusi paling mudah nan bisa dilakukan pemerintah untuk mendanai IKN dari APBN.
Bhima juga mencermati adanya pengumpulan biaya publik nan kurang transparan, biasanya hanya menjadi surat utang negara. "Kalau asumsinya IKN masih akan dibiayai APBN dalam waktu jangka panjang, maka dana publik masuk ke dalam penempatan surat utang pemerintah, kemudian pemerintah bisa menggunakan penempatan biaya publik untuk berbagai jenis proyek, salah satunya adalah IKN," tutur Bhima.
MAULANI MULIANINGSIH (MAGANG)