TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional alias Bapanas Arief Prasetyo Adi menargetkan penggunaan sarana prasarana rantai dingin alias cold chain management di RI makin meluas. Dia mengatakan, cold chain sangat krusial dalam menunjang masa simpan pangan mengenai pendistribusiannya.
"Dalam beberapa kesempatan, saya selalu sampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo bahwa cold chain ini sangat penting," tuturnya dalam keterangan resmi pada Kamis, 9 Mei 2024.
Dia berkaca pada cold chain nan telah melangkah di luar negeri sejak lama. Sekalipun Indonesia baru bakal memulai, menurut Arief tidak masalah.
"Kalau kita baru mulai, tidak mengapa. Kita sudah memulai tapi cepat, lantaran Indonesia ini tidak seperti negara lain, kita ini negara kepulauan," ujarnya dalam seminar berjudul Peran Teknologi dan Perusahaan Start-up Pada Keandalan Logistik Pangan di Jakarta pada Kamis.
Menurut Arief, salah satu argumen nilai pangan di Indonesia naik-turun adalah lantaran ketiadaan perangkat untuk memperpanjang masa simpan alias shelf life.
"Ini nan banyak belum diketahui. Ada Apel Fuji dari China bagian utara. Walaupun di sana sedang winter, tapi tetap bisa terus kirim. Itu lantaran mereka bisa mengatur, tidak hanya suhunya saja, ada namanya control atmosphere storage," kata Arief.
Dia melanjutkan, Bapanas telah menyalurkan 30 sarana prasarana cold chain di 12 provinsi sentra produsen pangan strategis. Jenis alatnya antara lain cold storage berkapasitas hingga 12 ton, air blast freezer dengan kapabilitas hingga 3 ton, heat pump dryer kapabilitas 200 kilogram per batch, serta reefer container berkapasitas maksimal 20 ton.
Arief bakal menyelesaikan sasaran hingga 40 perangkat cold chain tahun ini. Alat tersebut dia pastikan bakal ada di sentra-sentra produksi beberapa kabupaten alias kota.
Iklan
"Ini lantaran ketahanan pangan nan betul adalah ketahanan pangan nan mendahulukan kemandirian pangan. Salah satunya adalah dengan punya perangkat untuk memperpanjang shelf life dan disimpan tanpa mengurangi kualitas pangan," tutur Arief.
Dia menyebut, tantangan pangan dunia hari ini cukup mengkhawatirkan. Jumlah masyarakat naik, lahan makin sempit, nilai makin mahal, kondisi geopolitik juga tak bisa diprediksi.
"Salah satu solusinya, tentu kita tingkatkan produksi dalam negeri."
Namun jika produksi dalam negeri naik terlalu tajam, kata dia, harganya justru kerap jatuh. Imbasnya, petaninya enggan menanam lagi. Begitu pula dengan kondisi di sektor peternakan.
"Tugas kita semua, termasuk Bapanas berbareng BUMN mempersiapkan pada saat produksi meninggi, berkedudukan sebagai offtaker," ujar Arief.
Pilihan Editor: Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Berikut Perjalanan Bisnisnya di Indonesia