Bappenas Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI 8,3 Persen Bakal Dicapai Prabowo di Tahun Ketiga

Sedang Trending 1 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan pemerintah mendatang bakal mempercepat pertumbuhan ekonomi sebesar 8-8,3 persen pada tahun ketiga dan 7,8 persen pada tahun keempat. Sehingga rata-rata pertumbuhan di nomor 7,7 persen selama lima tahun. 

Amalia mengatakan program makan gizi cuma-cuma nan bakal berjalan di pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto bakal mengerek pertumbuhan ekonomi.  

“Jangka pendeknya, program Makan Bergizi Gratis bisa mengerek pertumbuhan ekonomi lantaran menyerap produk-produk masyarakat lokal sehingga memicu permintaan agregat," kata Amalia dalam seminar Urgensi Industrialisasi untuk Mencapai Pertumbuhan Ekonomi 8% nan berjalan di Jakarta, seperti dalam keterangan tertulis pada Rabu, 16 Oktober 2024. 

Kementerian PPN/Bappenas bakal mendorong sektor potensial nan memicu peningkatan produktivitas hingga menciptakan pengaruh berganda, salah satunya dengan industrialisasi.

Pemerintah bakal mengembangkan industri nan konsentrasi pada hilirisasi industri prioritas seperti industri sumber daya agribisnis, tambang, dan sumber daya laut, industri dasar, industri padat karya, industri peralatan konsumsi berkelanjutan, industri berbasis riset dan inovasi, industri berteknologi menengah tinggi, dan industri kreatif.

“Kita mau industri itu menjadi jangkar dan tulang punggung pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan produktivitas dan menciptakan lapangan pekerjaan nan berkualitas," kata dia.

Dalam keterangan tertulis nan sama, Pendiri dan ahli ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Hendri Saparini menanggapi sasaran pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto pertumbuhan ekonomi menyundul 8 persen. Hendri mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen tidak cukup untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan nilai tambah nan besar. 

“Semua negara nan masuk ke negara maju mereka mempunyai lompatan ekonomi. Ada lompatan pendapatan per kapita. Sementara Indonesia sangat minimal dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Hendri.

Hendri mengatakan pemerintah mendatang dapat menempuh tiga pendekatan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nan lebih tinggi dan berkualitas. Sebab, dengan pertumbuhan ekonomi tinggi Indonesia bisa keluar dari jebakan negara menengah alias middle income trap. 

Iklan

Pertama, penerapan pendekatan ekonomi Pancasila. "Ekonomi Pancasila itu adalah ekonomi kerakyatan. Ini pesan dari founding fathers untuk melakukan aktivitas ekonomi secara bersama-sama. Artinya, kudu ada kerakyatan ekonomi," kata Hendri.

Hendri mengatakan pemerintah bisa melibatkan semua pihak dan memberikan akses untuk terlibat dalam memajukan industri. Dengan demikian, tidak ada lagi orang menganggur dan tidak bisa mendapatkan pendapatan. 

"Sebenarnya semua orang itu bisa bekerja, tapi pemerintah baru perlu membikin kebijakan ekonomi agar orang bisa melakukan sesuatu," kata dia. 

Kedua, merevitalisasi industri. Hendri mengatakan revitalisasi industri adalah kunci agar ekonomi Indonesia bisa melompat tinggi. Revitalisasi industri ini bisa dilakukan dengan membangun industri dasar dan menggerakan semua sektor di semua daerah. Dia mengatakan industri manufaktur bisa menjadi jangkar untuk membangun membangun backward dan forward linkage dengan industri-industri pendukung.

Ketiga, Hendri mengusulkan pemerintah perlu melakukan strategi dan kebijakan industri nan lebih canggih (sophisticated) dan inovatif di tengah perubahan global. “Pemerintah semestinya bukan hanya membikin keamanan untuk konsumen melainkan juga bagi pasar,” kata dia. 

Hendri mencontohkan seperti perjanjian perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi global. Dia menyebut perjanjian perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi dunia semestinya dilakukan lebih terukur dengan berasas pengembangan industri nasional baik hulu-hilir dan besar-kecil. 

“Kita memerlukan kebijakan secara komprehensif dan inklusi,” ujarnya.

Pilihan Editor: 10 Tahun Jokowi, Hilirisasi Nikel Dinilai Tak Berkontribusi Positif terhadap Ekonomi Warga Lokal

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis