Beban Utang Negara Makin Meningkat, Faisal Basri: untuk Bayar Bunga Utang Kita Harus Berhutang

Sedang Trending 1 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Faisal Basri mengungkapkan dalam Rancangan Anggaran dan Belanja Negara alias RAPBN 2025, pemerintah kembali menghadapi defisit keseimbangan primer (primary balance) nan memaksa negara terus berutang untuk bayar kembang utang. Faisal mengatakan pengelolaan anggaran pemerintah tidak menunjukkan perubahan paradigma dari tahun ke tahun sehingga mengakibatkan beban kembang utang nan semakin meningkat.

"Primary balance kita selalu merah, selain tahun 2023. Sehingga untuk bayar hutang pun kita kudu berhutang. Membayar kembang hutang kudu memang berhutang. Karena primary balance-nya minus," ujar Faisal dalam obrolan nan diadakan oleh Bright Institute bertema "Reviu RAPBN 2025 Ngegas Utang!" di Jakarta Selatan, Rabu, 21 Agustus 2024.

Data nan Faisal sampaikan menunjukkan primary balance Indonesia terus mengalami defisit selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, selain pada tahun 2023. Dalam RAPBN 2025, defisit primary balance diperkirakan mencapai Rp63,3 triliun, di mana perihal ini melanjutkan tren defisit nan sudah berjalan lama.

Sejak 2014 alias saat Jokowi pertama kali menjabat presiden, defisit primary balance Indonesia sudah menunjukkan tren nan memburuk. Pada 2020, defisit mencapai titik terendah sebesar Rp633,6 triliun, diikuti oleh defisit besar lainnya pada 2021 nan mencapai Rp431,6 triliun. Meskipun ada sedikit perbaikan pada 2023 dengan surplus tipis Rp2,6 triliun, kondisi ini tidak memperkuat lama lantaran pada 2024 dan 2025 kembali diproyeksikan defisit, masing-masing Rp110,8 triliun dan Rp63,3 triliun.

Keseimbangan primer alias primary balance adalah parameter krusial dalam pengelolaan fiskal nan menunjukkan perbedaan antara pendapatan pemerintah dengan pengeluaran sebelum pembayaran kembang utang. Ketika keseimbangan primer menunjukkan defisit, artinya negara kudu mengambil utang baru hanya untuk bayar kembang dari utang sebelumnya.

Iklan

Menurut Faisal, kondisi ini sangat mengkhawatirkan lantaran menunjukkan ketergantungan nan berkepanjangan pada utang baru. Data nan dipaparkan Faisal menunjukkan pembayaran kembang utang terus meningkat, mencapai Rp552,9 triliun dalam RAPBN 2025. Angka ini naik signifikan dari Rp499,0 triliun pada tahun sebelumnya. "Peningkatannya 274 persen. Bayangkan, sekarang sudah mencapai 20,3 persen dari shopping pemerintah pusat," kata Faisal.

Faisal juga menyoroti peningkatan beban kembang ini telah menggerus ruang fiskal nan semestinya bisa digunakan untuk membiayai program-program produktif lainnya.  Kondisi ini pun dia sebut mencerminkan kegagalan pemerintah dalam melakukan perencanaan anggaran nan berkelanjutan. "Ruang fiskalnya makin nyempit buat nan lain-lain," kritiknya.

Situasi ini, menurut Faisal, kudu segera diatasi dengan perubahan paradigma dalam pengelolaan fiskal dan utang negara. Jika tidak, pemerintah bakal terus terjebak dalam siklus utang nan semakin membebani anggaran dan membahayakan stabilitas ekonomi jangka panjang. "Maniak berhutang gitu," katanya.

Pilihan editor: Cerita Jokowi tentang Si Tukang Kayu, Putusan MK, dan Gerak Sat-Set Baleg DPR

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis