TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono merespons potensi kenaikan nilai minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di tengah stagnasi produktivitas sawit nasional.
Eddy mengatakan, industri menyadari bahwa produksi sawit tidak dalam kondisi nan prima. Oleh lantaran itu, mereka berambisi pemerintah baru dapat memacu program peremajaan sawit rakyat (PSR) untuk mengatasi persoalan ini.
“Utamanya segera menghilangkan hambatan-hambatan nan terjadi pada program PSR,” ujar Eddy saat ditemui setelah gelaran 20th Indonesian Palm Oil Conference and 2025 Price Outlook (IPOC 2024), Jumat, 8 November 2024, di Nusa Dua, Bali.
Eddy menyebut, program replanting dalam PSR ini menjadi kunci utama untuk meningkatkan produktivitas sawit. Sebab, menurut dia, program lain seperti intensifikasi sawit tidak bakal melangkah maksimal dengan tanaman sawit nan sudah tua.
“Dia (sawit) seperti manusia, lah. Kalau sudah tua, mau dikasih apa, ya kemampuannya segitu. Oleh lantaran itu, kudu diganti dengan tanaman nan baru, dengan bibit nan bagus,” kata dia.
Selain itu, Eddy juga menyampaikan, prediksi kenaikan nilai CPO ini juga dilandasi oleh kurangnya pasokan minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan kembang mentari di tengah produktivitas sawit nan stagnan.
“Ada kekeringan nan menyebabkan panen kedelai da kembang mentari tidak sebaik di awal tahun, ini nan menyebabkan mereka prediksi nilai tetap tinggi,” kata dia.
Sebelumnya, nilai minyak sawit alias crude palm oil (CPO) diprediksi tetap bakal meningkat tahun depan. Direktor Godrej International Ltd Dorab Mistry mengatakan, proyeksi nilai CPO pada bursa Malaysia berpotensi mencapai RM 5.000 hingga bulan Juni 2025.
“Saya pikir, nilai ini tetap bisa menembus nilai tertinggi. Oleh lantaran itu, kita kudu bersiap-siap untuk nilai nan lebih tinggi,” ujarnya.
Senada dengan nan disampaikan Dorab, Managing Director Transgraph Consulting Pvt Ltd. Nagaraj Meda mengatakan, nilai CPO dapat menembus RM 5.400 per metrik ton pada tiga bulan pertama tahun depan.
“Kami memprediksi, nilai pada bulan Maret bakal mencapai 5.400 ringgit per metrik ton pada tiga bulan pertama 2025,” kata dia.
Meda menyebut, nomor ini diproyeksi tetap stagnan alias menurun pada bulan-bulan selanjutnya. Namun, kata dia, nilai ini juga bakal berjuntai pada produktivitas kelapa sawit ke depan.