TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan kenaikan pajak pertambahan nilai alias PPN menjadi 12 persen bisa berakibat ke sektor properti. Joko memprediksi adanya penurunan tren penjualan. Sebab, kenaikan PPN bakal melemahkan daya beli masyarakat.
“Ada penurunan sektor industri (properti) ini dari sisi pertumbuhan,” kata Joko di Kantor DPP REI, Jakarta, Rabu, 20 November 2024. “Berarti, itu juga bakal merugikan pemerintah lantaran sektor ini tidak bisa memberikan kontribusi,” lanjut dia.
Oleh lantaran itu, Joko berambisi Presiden Prabowo Subianto melanjukan kebijakan pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) untuk pembelian rumah. Adapun kebijakan insentif PPN DTP 100 persen nan diteken di era pemerintahan Presiden Jokowi ini hanya bertindak hingga Desember 2024.
Menurut Joko, insentif PPNDTP bisa membantu meringankan beban masyarakat sekaligus meningkatkan daya beli. Dengan begitu, dia berharap, kebijakan PPN 12 persen tidak membikin masyarakat mengurungkan niat membeli rumah. “Yang jelas, kontribusi PPNDTP besar terhadap penjualan,” kata Joko.
Sebelumnya, kenaikan tarif PPN mulai tahun depan disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan komisi XI DPR pekan lalu. “Sudah ada UU-nya kita perlu siapkan agar itu (PPN 12 persen) bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan nan baik,” kata dia di Senayan, Rabu, 13 November 2024.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah bisa meningkatkan PPN berjenjang satu persen. Kenaikan pajak ini sempat terjadi pada April 2022 menjadi 11 persen dan akan naik lagi jadi 12 persen pada 2025. Kebijakan PPN 12 persen bakal menyebabkan kenaikan sejumlah nilai peralatan dan jasa lantaran pajak ini dibebankan kepada konsumen.
Merespons rencana tersebut, Ketua komisi XI DP Mukhamad Misbakhun mengatakan kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen menjadi keputusan pemerintah sepenuhnya..“Kami serahkan sepenuhnya itu menjadi wilayah pemerintah, untuk memutuskan apakah kenaikan PPN menjadi 12 persen itu bakal dijalankan alias tidak,” kata dia di gedung Bappenas, Jakarta, Selasa, 19 November 2024.
Misbakhun membenarkan kondisi saat ini berbeda dengan kenaikan pajak nan terjadi pada April 2022. Saat ini daya beli sedang menurun. “Kita kembalikan kepada pemerintah lantaran Undang-Undang itu sudah disepakati, tinggal pemerintah apakah kemudian men-consider, kondisi daya beli nan menurun penurunan kelas menengah nan nyaris 10 juta,” ujarnya.
Menurut dia, jika tak jadi pertimbangan, berfaedah pemerintah tetap beranggapan bahwa kondisi ekonomi sedang stabil alias tidak terpengaruh penurunan daya beli. Ia juga menyerahkan keputusan pembatalan PPN 12 persen sepenuhnya ke pemerintah.
Mekanisme konstitusi revisi patokan tersebut, kata dia beragam, sehingga bisa dilakukan perubahan patokan kenaikan PPN. “Komisi XI, siap bekerja sama dengan pemerintah andaikan mengambil opsi-opsi lain terhadap kenaikan PPN,” ujarnya.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan editor: Bapanas Ingin Setop Impor Beras Tahun Depan, Ini Sebabnya