Bos Sritex Buka-bukaan soal Kondisi Terkini Perusahaan, dari Efisiensi hingga Isu Bangkrut

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Solo - Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk. alias Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto buka bunyi perihal kondisi terkini perusahaan nan dipimpinnya tersebut setelah sempat diisukan bangkrut. 

"Ya kami memang ada efisiensi kemarin. Minggu lalu, kami sudah ada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan di sana sudah ada public expose (pemaparan umum kepada publik untuk menjelaskan mengenai keahlian perusahaan)," ungkap Wawan, sapaan karib Iwan Kurniawan saat ditemui wartawan di Pura Mangkunegaran Solo, Jawa Tengah, Sabtu malam, 29 Juni 2024. 

Dalam public expose itu, Wawan mengatakan pihaknya telah menyampaikan kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) saat ini, termasuk kondisi di Sritex. Dia sekaligus menepis rumor nan belakangan santer beredar bahwa perusahaan tekstil tersebut telah bangkrut. 

"Melalui public expose itu kami juga sampaikan tentang kondisi pertekstilan sekarang ini nan memang kurang baik dan di situ juga kita sampaikan bahwa kondisi Sritex saat ini sudah ada sedikit perbaikan. Tapi jika untuk berita di sosmed (social media) bahwa kami ambruk alias apa, itu bukan buletin nan benar," ucap dia. 

Wawan tak menampik pernyataan dari jejeran pengurus Asosiasi Pertekstilan Indonesia alias API ihwal utilitas industri TPT secara umum nan saat ini rata-rata hanya di kisaran 40-45 persen. Dia mengakui untuk Sritex sendiri, utilitasnya belum bisa 100 persen. 

Dia mengungkapkan utilitas Sritex saat ini berada di kisaran 70 hingga 80 persen. Dia juga mengaku perusahaannya juga tetap bisa mengekspor produk ke sejumlah negara nan selama ini menjadi pasar mereka. Dia menyatakan perusahaan itu saat ini tetap mempunyai sekitar 30 ribu karyawan.

"Di Sritex memang belum 100 persen ya. Ada nan 70 persen, ada nan 80 persen, belum full 100 persen jalan memang. Untuk ekspor, kami juga tetap melangkah lancar," ungkap dia. 

Wawan mengatakan kondisi industri TPT nan sangat terpuruk saat ini sudah terlihat dan dirasakan para pengusaha pertekstilan sejak dua tahun terakhir. Menurutnya, ada sejumlah aspek nan memicu kondisi tersebut. 

Iklan

"Kami lihat itu terjadi sejak dua tahun ini. Banyak faktornya ya, tidak hanya aspek internal seperti akibat pandemi, daya beli masyarakat nan menurun, tapi juga eksternal seperti peperangan, pelambatan ekonomi global, peralatan masuk dari Cina (impor), banyak sekali nan membikin kondisi tekstil tersebut kurang baik pada saat ini, termasuk izin pemerintah saat ini," tuturnya. 

Dia menilai langkah nan diambil pemerintah melalui izin saat ini agak terlambat. Mengingat dari terpuruknya industri TPT tersebut sudah berakibat terhadap perusahaan-perusahaan seperti penutupan pabrik, alias terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para karyawannya dan sebagainya. 

"Yang kami sayangkan, langkah pemerintah kami bilang ini agak terlambat. Karena kami sudah menyuarakan ini dari dua tahun nan lampau tapi juga baru direspons. Ya apa boleh buat, pabrik-pabrik nan sudah telanjur tutup itu apa bisa beraksi lag? Itu sayang sekali," ucapnya. 

Meski begitu, Wawan berhadap pemerintah tetap bisa segera mengatasi keterpurukan industri TPT saat ini. Menurutnya jika ada langkah segera dari pemerintah, bakal dapat membantu industri TPT ini untuk bangkit kembali.

"Kami mengharapkan ada izin pemerintah diambil untuk menyelamatkan industri tekstil ini dan itu segera bisa direalisasikan. Saya rasa jika kita sudah membatasi dari sisi impor, maka dengan sendirinya permintaan dari dalam negeri kelak bakal meningkat sehingga bisa memperbaiki industri tekstil itu," kata bos Sritex itu. "Jadi dengan perbaikan ekonomi dan naiknya daya beli masyarakat, itu nan bakal bantu industri tekstil kita."

Pilihan Editor: Asosiasi Pertekstilan Indonesia Minta Pemerintah Adil mengenai Rencana Cina Bangun Pabrik Tekstil di Indonesia

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis