TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengatakan masyarakat Indonesia terlampau miskin untuk bisa menganggur. Hasilnya, kata Awalil, banyak masyarakat terpaksa bekerja, tanpa sempat mempertimbangkan corak pekerjaannya alias besaran upahnya lantaran kemiskinan nan terlalu tinggi.
“Sebagian cukup besar para pekerja Indonesia itu terpaksa bekerja, mereka terlalu miskin untuk menganggur,” kata Awalil dalam agenda webinar berjudul Darurat Lapangan Kerja pada Selasa, 12 November 2024.
Awalil mengatakan perihal ini terjadi lantaran di Indonesia tidak ada akomodasi agunan sosial dari negara bagi orang-orang nan tetap menganggur. Besaran tabungan nan dimiliki rata-rata masyarakat juga condong tidak bisa menutupi biaya hidup sehari-hari. Akibatnya, masyarakat tidak mempunyai pilihan lain selain terpaksa bekerja. “Fenomenanya itu di Indonesia orang bekerja lantaran enggak bisa enggak bekerja, meninggal dia,” ucap Awalil.
Ia menjelaskan, perihal ini bisa dilihat dari persentase serapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan nan berkarakter umum nan menurun. Sementara, banyak tenaga kerja nan masuk ke sektor pertanian dan jasa nan sifatnya lebih informal. Awalil menilai perihal ini sebagai keterpaksaan untuk bekerja lantaran adanya deindustrialisasi dini.
“Industri pengolahan itu secara persentase menyerap lebih sedikit tenaga kerja, jadi ini kan confront dengan industrialisasi, nan disebut dengan deindustrialisasi awal alias deindustrialisasi prematur. Jadi ini masalah ya,” ujarnya.
Sejak pandemi, pekerja berstatus berupaya sendiri condong meningkat menjadi 31,5 juta orang di Agustus 2024. Menurut Awalil, perihal ini mencerminkan semakin banyaknya upaya berskala mikro di kalangan masyarakat nan sebagian besar dijalani lantaran keterpaksaan ekonomi dibandingkan tidak menginginkan pekerjaan formal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah masyarakat miskin di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 25,22 juta orang. Dibandingkan dengan Maret 2023, jumlah masyarakat miskin mengalami penurunan sekitar 0,68 juta orang. Namun, dari sisi garis pemisah kemiskinannya mengalami kenaikan. Garis Kemiskinan pada Maret 2024 adalah sebesar Rp582.932,00 per kapita per bulan. Naik sebesar 5,90 persen dibandingkan periode nan sama di tahun sebelumnya alias year on year (yoy).