TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) baru-baru ini memastikan sudah memblokir aplikasi Temu nan sebelumnya diketahui dapat diakses melalui Google Playstore maupun Appstore.
“Kami men-take down Temu sebagai respons sigap keresahan masyarakat, terutama para pelaku UMKM,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 9 Oktober 2024.
Kendati demikian, dari pantauan Tempo, platform lokapasar (marketplace) dari Cina nan berbasis di Amerika Serikat itu tetap dapat ditemukan di toko aplikasi nan tersedia dalam sistem Android maupun iOS Tanah Air.
Menanggapi kejadian ini, master keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan pemblokiran aplikasi pada toko aplikasi semacam Playstore dan Appstore memang memerlukan waktu. Terdapat alur nan perlu diikuti sebelum aplikasi tersebut betul-betul menghilang dari pasaran dan tidak dapat diakses lagi.
Menurut penjelasan Pratama, proses pemblokiran aplikasi nan dianggap rawan diawali dengan pengajuan permintaan oleh pemerintah kepada perusahaan Google alias Apple untuk melakukan take down aplikasi tersebut, terutama untuk konsumen nan berlokasi di Indonesia. Sebelum akhirnya pengajuan tersebut disetujui, juga diperlukan koordinasi hingga verifikasi nan tidak bisa rampung hanya dalam hitungan jam.
“Oleh lantaran itu, dengan tetap adanya aplikasi Temu di Playstore dan App Store bukan berfaedah bahwa pihak pemerintah kecolongan lantaran aplikasi Temu sendiri sudah sejak lama tersedia di Playstore dan App Store,” tutur Pratama melalui keterangan tertulis, Kamis, 10 Oktober 2024.
Cara kerja aplikasi Temu, menurut Pratama, tidak berbeda dengan beberapa lokapasar lainnya, seperti Amazon, Alibaba, ataupun Shopee. Konsumen dapat menelusuri aplikasi untuk menemukan beragam produk, mulai dari pakaian, sepatu, aksesoris, hingga elektronik, peralatan dapur, dan perlengkapan otomotif.
Iklan
Satu perihal nan membikin Temu berbeda adalah skema penjualan nan diberlakukan, ialah dengan mempertemukan konsumen langsung dengan pabrik produsen. Sehingga, membikin nilai produk-produk nan ditawarkan Temu lebih murah.
Dengan model upaya D2C (direct to consumer) tersebut, Temu dinilai dapat merugikan para pelaku upaya mikro mini dan menengah (UMKM) Tanah Air. Pasalnya, para pelaku UMKM tidak bisa bersaing dengan nilai peralatan di aplikasi Temu nan sangat rendah.
Dari sisi keamanan siber, Pratama memandang Temu sama seperti aplikasi pasar daring lainnya nan juga mempunyai potensi kebocoran data. Sebagai aplikasi nan dimiliki negara asing, Temu juga mempunyai potensi dimanfaatkan untuk keperluan intelijen guna mengumpulkan beragam info rahasia dari ponsel konsumennya.
Oleh lantaran itu, krusial bagi Temu untuk terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) andaikan mau beraksi di Indonesia secara legal. “Sehingga, jika terjadi kejadian kebocoran info kita dapat melayangkan tuntutan resmi kepada perusahaan pemilik aplikasi Temu tersebut,” ujar Pratama.
Pilhan Editor: Profil Aplikasi Temu nan Dikhawatirkan Menkominfo Hancurkan UMKM Dalam Negeri