Cegah Pasal Selundupan, PDIP Lobi Fraksi-fraksi Tarik RUU MK

Sedang Trending 4 bulan yang lalu
ARTICLE AD BOX

Jakarta, CNN Indonesia --

Fraksi PDIP di DPR mengaku tengah melobi fraksi-fraksi lain untuk menarik Revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) menyusul nota keberatan nan mereka layangkan atas rencana pengesahan RUU tersebut di Paripurna.

Anggota Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat mengaku pihaknya tak bisa maju sendiri untuk menolak RUU MK. Karenanya, PDIP tetap mencoba mencari bunyi lain untuk menarik RUU MK sebelum resmi disahkan menjadi UU.

"Kita sudah berkomunikasi dengan fraksi nan lain lantaran kita tidak bisa sendiri, agar apa? Agar pasal pasal nan berpotensi diselundupkan itu bisa dicegah," kata Djarot di kompleks parlemen, Senin (28/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Djarot belum mau mengungkap progres hasil komunikasi tersebut. Dia memandang UU MK sangat strategis dan karenanya independensi MK dan para hakimnya kudu tetap dipertahankan.

Fraksi PDIP, kata Djarot, terutama menolak sejumlah poin revisi nan mengatur independensi para pengadil dan pasal nan berpotensi melemahkan posisi lembaga tersebut.

"Menolak pasal-pasal nan melemahkan MK, menolak pasal-pasal nan berpotensi untuk menghalang alias merintangi pengadil hakim MK nan tegas dan berani," katanya.

Sementara, personil Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil mengaku pesimis nota keberatan nan dilayangkan PDIP atas RUU MK bakal berpengaruh. Sebab, RUU MK kata Djamil telah disahkan di tingkat satu dan tinggal dibawa ke Paripurna untuk disahkan menjadi UU.

Namun begitu, dia belum dapat memastikan nasib nota keberatan nan dilayangkan fraksi PDIP. Menurut dia, kesempatan RUU MK bisa dilanjutkan alias tidak menjadi UU hanya bisa dijawab oleh para personil majelis level dewa.

"Kalau pertanyaan apakah ada kemungkinan ditunda itu para dewa nan bisa jawab," katanya.

Komisi III DPR sebelumnya diam-diam menggelar rapat pengambilan keputusan tingkat satu Revisi UU MK untuk segera dibawa ke Paripurna dan disahkan menjadi UU.

Rapat kala itu digelar di akhir masa reses personil dewan, Senin (13/5) alias sehari sebelum DPR memasuki masa sidang.

"Pembahasan sudah lama, tadi hanya pengesahan tingkat satu," kata personil Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Santoso kepada CNNIndonesia.com, Senin (13/5).

Ada empat poin krusial dalam RUU MK, ialah persyaratan pemisah usia pengadil konstitusi. Mekanisme pemberhentian hakim, pertimbangan pengadil konstitusi. Dan tentang unsur keanggotaan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Pada poin pertimbangan pengadil misalnya, pemerintah dan DPR menyisipkan pasal tambahan, ialah Pasal 23A nan mengatur soal pertimbangan pengadil mahkamah. Pasal itu menyebut pengadil mahkamah maksimal hanya bisa menjabat selama 10 tahun dan dievaluasi setiap lima tahun.

Dalam setiap lima tahun, pengadil mahkamah wajib dikembalikan ke lembaga pengusul ialah Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

"Hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, setelah lima tahun menjabat wajib dikembalikan ke lembaga pengusul nan berkuasa untuk mendapatkan persetujuan untuk melanjutkan jabatannya," demikian bunyi Ayat 2 Pasal 23A.

(thr/gil)

[Gambas:Video CNN]

Selengkapnya
Sumber cnnindonesia.com nasional
cnnindonesia.com nasional