TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan kebijakan Ocean Big Data milik Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, hanya untuk mencari sumber daya laut. Meskipun begitu, Trenggono dalam pemaparannya tentang kebijakannya itu menyatakan perihal tersebut adalah upaya mengawasi perairan laut Indonesia.
"Tapi apakah itu tujuannya untuk melakukan monitoring pengawasan terhadap perizinan semua aktivitas pesisir dan kelautan? Saya kira ini untuk memandang sumber daya apa nan bisa diekstraksi selain dari pasir laut," ujar Bhima dalam konvensi pers kebijakan ekstraksi dan ekspor pasir laut Indonesia di Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Jakarta, pada Jumat, 1 November 2024.
Menurut dia, kebijakan Ocean Big Data bakal berasosiasi dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) nan ditargetkan Kementerian Kelautan dan Perikanan alias KKP. Bhima mengatakan, setelah info letak perairan nan ada di laut terpenuhi, maka wilayah itu bakal dieksploitasi sumber dayanya. "Nah jadi saya enggak lihat itu ada kebutuhan nano-satellite dan sebagainya itu untuk melakukan monitoring secara efektif," ucap dia.
Bhima mengatakan, dalam mewujudkan kebijakan Ocean Big Data pasti menggunakan anggaran nan cukup besar. Menurutnya, langkah nan diambil KKP tentang kebijakan itu bakal tertuju pada peningkatan pemanfaatan sumber daya laut. "Tapi dengan anggaran nan tentunya besar untuk melakukan big info ocean accounting dan lain-lain, ini lebih kearah untuk melakukan peningkatan ekstraksi sehingga PNBP dari sektor kelautannya bisa lebih besar," tutur Bhima.
Dia menyatakan, dalam studi nan dilakukan Celios, belum menemukan perkiraan anggaran nan bakal dikeluarkan KKP untuk kebijakan Ocean Big Data lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 untuk kementerian itu belum dikeluarkan Kementerian Keuangan.
Iklan
Bhima berharap, KKP tidak salah mengambil kebijakan untuk kelautan Indonesia. Menurutnya, kebijakan Ocean Big Data semestinya dapat digunakan pemerintah untuk pengelolaan sumber daya mentah nan ada di laut. "Apakah ekstraksinya adalah pemanfaatan dari sisi sumber daya nan belum diolah? Tapi saya pikir jika hanya berakhir pada big info dan ocean accounting, ini hanya jatuhnya pada ekstraksi sumber daya mentah saja," ujarnya.
Menurut Bhima, andaikan kebijakan Ocean Big Data telah berjalan, KKP tidak hanya berakhir pada big datanya saja. Dia mengatakan, perihal tersebut agar hasil sumber daya laut bisa mendorong devisa ekspor di bagian produksi perikanan tangkap. "Tapi pengolahan pasca, hasil ikan tangkapan, hasil rumput laut, diolah gimana bisa mendorong devisa ekspor. Sebenarnya minus kita ada di sananya, bukan hanya sekedar oh titik ini ada potensi A, B, C, D dan lain-lain," ucap Bhima.
Pilihan editor: Bappebti Sebut Ada 22 Calon Pedagang Fisik Aset Kripto, Ini Daftarnya