TEMPO.CO, Jakarta - Juru masak Devina Hermawan mengungkapkan alasannya buka bunyi di media sosial soal pembajakan buku nan dia alami. Ada dua buku resep masakannya berjudul Indonesian Fusion Foods (2019) dan Yummy! 76 Menu Favorit Anak (2021) nan dibajak dan dijual murah di jasa penjualan daring Shopee. Devina sempat melapor ke pihak Shopee, namun menurutnya tak segera mendapat respons.
“Kami telah melaporkan tentang kitab terlarangan ini kepada Shopee tanpa berkoar di sosmed. Berulang kali kami laporkan,” kata Devina dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo pada Senin, 7 Oktober 2024.
Devina bercerita, dirinya telah berupaya melaporkan pembajakan kitab itu melalui akun sosial media resmi Shopee. Namun, manajemen Shopee disebut tak bergegas menindaklanjuti aduannya dan memintanya mengisi blangko verifikasi.Formulir verifikasi itu menurutnya meliputi sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), isian formulir, dan sejumlah syarat lain. “Seharusnya Shopee itu mempunyai itikad baik dan memprioritaskan pelapor,” kata dia.
Padahal, kata Devina, laporan itu harusnya bisa segera ditindaklanjuti lantaran kejuaraan berasal dari penulis bukunya langsung. Menurutnya, mesin telusur seperti Google juga telah menyebut jika dua kitab itu penulisnya adalah dirinya. “Dapat dibilang ini cukup konyol, lantaran di kitab tersebut tertulis dengan jelas siapa nama penerbit, siapa nama penulis, dan sebagainya,” kata dia.
Atas kondisi ini, Devina mengatakan manajemen Shopee harusnya memaksimalkan fitur lapor alias report dalam aplikasi. Langkah ini, kata dia, bakal memudahkan para korban untuk mengadukan masalahnya. Dia menyebut usai kejadian ini viral di media sosial, dia juga mendapat laporan bahwa pembajakan karya juga terjadi untuk kitab tes CPNS, bisnis, agama, dan indekos. “Jangan persulit proses report dengan pengisian form nan cukup kompleks,” kata dia.
Devina tak sengaja menemukan dua bukunya dibajak dan dijual murah ketika sedang berselancar di Shopee. Ia sengaja tak menyalakan fitur filter untuk mencari dua kitab resep masakannya itu. Ternyata, dia menemukan bukunya di Shopee dijual Rp 800-2000. “Mana ada kitab resep nan dijual di nilai Rp 2.000, lebih murah dari biaya parkir motor di warung,” kata dia.
Devina mengatakan pembajakan kitab ini bakal mematikan minat dan semangat calon penulis dalam negeri. Alasannya, penulis itu dalam menerbitkan kitab mengerahkan seluruh waktu, tenaga, dan biaya. Ketika dibajak, kata Devina, penulis dan penerbit tak mendapatkan hasil, baik karya baru alias kembali modal. “Dengan mudahnya diduplikasi seperti itu, lampau dijual di platform online,” kata dia.
Dia bercerita dalam menerbitkan dua kitab resep masakannya berjudul Indonesian Fusion Foods (2019) dan Yummy! 76 Menu Favorit Anak (2021) itu saja memerlukan waktu masing-masing enam bulan. Mulai dari memilih menu, mencoba resep, menakar bahan dan komposisi, menentukan metode masak, fotografi, layout, hingga terbit.
Menurut dia, jika pembajakan kitab ini dibiarkan bakal berakibat jangka panjang bagi ekosistem penulis. Dia menyebut para penulis dan penerbit berbobot di Indonesia bakal menurun. Alih-alih menyuguhi generasi muda, Devina mengatakan mereka bakal terpapar dengan budaya dan edukasi dari kitab impor. “Ini sama saja membodohi sebagian masyarakat nan mungkin belum sadar alias belum mengerti bahwa secara jangka panjang ekosistem penulis ini bakal runtuh,” kata dia.
Menurut Devina, semestinya Shopee tidak kesulitan mengatasi masalah pembajakan kitab nan dijual di platform tersebut. Shopee, kata dia, pasti mempunyai identitas komplit dari satu toko nan meliputi nomor ponsel, alamat email, nomor rekening, dan Nomor Induk Kependudukan. Karena itu, Shopee diminta tegas dalam menindak penjual kitab bajakan ini. “Jadi setiap penjual bandel semestinya dapat dengan sangat mudahnya diblokir Shopee, dan tolong pastikan blokirnya permanen termasuk akun-akun cloning-nya,” kata dia.
Tempo telah menghubungi Head of Media Relations Shopee Indonesia Prisca Niken pada Senin, 7 September 2024. Namun, Niken belum merespons upaya permintaan tanggapan atas masalah ini. Bos Shopee Handhika Jahja dalam unggahan Devina di sosial media IG dan X mengapresiasi laporan ini. Handika mengatakan manajemen meminta maaf atas kejadian tersebut. “Kami berkomitmen untuk menciptakan platform nan sehat dengan menjaga kewenangan kekayaan intelektual,” kata Handika dalam unggahan Devina.
Handhika mengatakan Shopee telah memblokir produk dan toko nan melanggar kewenangan cipta. “Sudah diban dan dihapus hari ini,” kata dia.
Iklan
Penerbit: Masalah Ini Tidak Akan Selesai Tanpa Penegakan Regulasi dari Pemerintah
Direktur Buku Mojok Aditia Purnomo menyatakan penjualan kitab bajakan di e-commerce tidak bakal selesai tanpa penegakan izin dari pemerintah. Ia menyebut, masalah penjualan kitab bajakan adalah persoalan lama nan disorot Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI). Namun, hingga saat ini, Adit menilai belum ada langkah kongkrit nan dilakukan pemerintah maupun pihak marketplace untuk menyelesaikan masalah ini.
“Setiap tahun kami menggelar kampanye Anti Pembajakan Buku. Di awal tahun ini, kami sudah mengusulkan audiensi kepada pemerintah agar difasilitasi untuk berjumpa dengan pihak marketplace tapi tetap belum ada tindak lanjut,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Ahad, 6 Oktober 2024.
Aditia mengatakan selama ini para penerbit hanya melawan pembajakan kitab ini secara berdikari melalui kampanye. Sembari itu, para penerbit juga melaporkan penjual online bandel secara berkala. “Biasanya abis kami laporkan, produknya itu dihapus sama penjualnya. Setelah itu kelak diupload lagi. Gitu mainnya. Jadi ya mau enggak mau kita sendiri nan kudu rutin mengawasi,” ujarnya.
Hingga saat ini, Adit mengaku belum menemukan langkah konkrit dari pihak marketplace untuk menindak penjual-penjual kitab bajakan ini. “Dibiarin aja (oleh marketplace). Kadang jika pejualnya kita report, mereka nan turunkan produknya sendiri tanpa menunggu diturunkan aplikasi,” akunya.
Dia mengatakan persoalan kitab bajakan di marketplace ini tidak bakal selesai tanpa kombinasi tangan pemerintah. Sebab, meskipun Indonesia telah mempunyai pengaturan norma mengenai Hak Cipta, tapi penegakan peraturan ini tetap belum maksimal.
Karena itu, Adit mengatakan para penerbit terus mendorong pemerintah untuk membikin izin dengan para pihak agar tak ada penjualan kitab bajakan secara online ataupun offline. “Penegakannya ini nan kami dorong. Misalnya dengan sanksi, pemblokiran identitas agar tidak bisa berdagang di marketplace, kita ada usulan seperti itu,” kata Adit.
Adit mengaku nominal kerugian nan dirasakan oleh penerbit maupun penulis kitab nan dibajak tidak main-main. Oleh lantaran itu, dia menyesalkan belum adanya tindak lanjut pemerintah untuk menangani persoalan ini. "Misalnya di satu marketplace terjual 500 buku, kita kalkulasi per-bukunya Rp 70.000. Itu sudah berapa? Itu baru satu toko, belum nan lainnya," ujarnya.
Ia berambisi pemerintah segera mengambil langkah konkrit atas masalah ini. Misalnya, pemerintah berjumpa dengan pihak penerbit, marketplace, dan stakeholder lainnya untuk mencari jalan keluar dari persoalan ini.
Oyuk Ivani berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.
Pilihan editor: Menjelang Lengser, Jokowi Tetapkan KEK Pariwisata dan Kesehatan di Batam Milik Grup Mayapada