TEMPO.CO, Jakarta - Center of Reform on Economics Indonesia menyebut kebijakan pemerintah meningkatkan PPN 12 persen tersebut menjadi salah satu aspek keberlanjutan pelemahan konsumsi rumah tangga hingga 2025. Dalam laporan singkat prospek ekonomi tahun 2025, CORE menilai kebijakan peningkatan PPN menekan kelas menengah. “Pasalnya, golongan kelas menengah dan calon kelas menengah merupakan kontributor utama konsumsi,” sebagaimana tertulis dalam laporan, dikutip Senin, 25 November 2024.
Dalam laporan tersebut, merujuk pada info Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS), 52 juta masyarakat kelas menengah, merupakan 19 persen dari total masyarakat Indonesia, berkontribusi terhadap 40 persen total konsumsi. Sementara, calon kelas menengah dengan jumlah 148 juta jiwa alias 54 persen dari total masyarakat Indonesia berkontribusi 4 persen lebih banyak dari kelas menengah dalam pengeluaran konsumsi.
Pelemahan konsumsi kelas menengah salah satunya ditunjukkan menurunnya tren dari proporsi tabungan terhadap total pengeluaran dibandingkan tahun 2019. Penurunan konsumsi masyarakat dapat diakibatkan oleh penurunan pendapatan nan menyebabkan adanya penurunan tabungan.
Data Bank Indonesia (BI) nan disertakan CORE menunjukkan adanya tren menurun nan terjadi secara konsisten terhadap rata-rata nilai simpanan pemilik rekening di bawah Rp 100 juta. Penurunannya dari Rp 3 juta pada 2019 menjadi Rp 1,8 juta di tahun 2023. Data tersebut menunjukkan konsumsi masyarakat saat ini ditopang penggunaan tabungan.
Selain itu, penurunan pertumbuhan bayaran riil juga terjadi di lima sektor (pertanian, manufaktur, perdagangan, konstruksi, dan penyediaan jasa makanan dan minuman) nan signifikan dari tahun 2019 ke 2024. Sementara, kelima sektor tersebut menyerap 75 persen tenaga kerja. Hal ini juga dapat menjadi indikasi pelemahan konsumsi.
Sehingga menurut CORE, kebijakan PPN 12 persen tidak sesuai dengan visi pertumbuhan ekonomi nan diharapkan pemerintah. “Kenaikan PPN menjadi 12 persen di tengah pelemahan daya beli dinilai kontraproduktif terhadap upaya mendorong sektor riil, terutama lantaran Indonesia belum menerapkan skema multi tarif seperti nan diterapkan di Cina."
Selain PPN 12 persen, CORE juga menuliskan beberapa kebijakan lain nan dinilai memperlemah konsumsi rumah tangga dalam negeri. Beberapa kebijakan tersebut adalah rencana penyesuaian skema subsidi nan berpotensi meningkatkan nilai BBM subsidi, rencana kenaikan tarif premi BPJS Kesehatan, penerapan cukai minuman berpemanis dalam bungkusan alias MBDK, serta rencana asuransi wajib third party liability (TPL) kendaraan motor dan mobil.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai alias PPN menjadi 12 persen mulai bertindak pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 nan dirumuskan oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Sesuai dengan patokan tersebut, kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, ialah dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dan bakal mencapai 12 persen pada awal 2025.
Michelle Gabriela berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.