Daftar Ormas Agama yang Tolak dan Terima Izin Tambang Jokowi

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi masyarakat alias ormas keagamaan resmi diberi izin oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk mengelola wilayah izin upaya pertambangan unik (WIUPK). Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Adapun ormas agama nan dimaksud adalah Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), dan lain sebagainya.

Rupanya, pemberian izin tambang ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan ormas keagamaan itu sendiri. Hal ini terlihat dari banyaknya ormas kepercayaan nan tegas menolak izin tambang dari Presiden Jokowi. Meski begitu, ada juga nan menerima izin konsesi tambang tersebut.

Lantas, ormas kepercayaan apa saja nan menolak dan menerima izin tambang dari Jokowi? Simak rangkuman info selengkapnya berikut ini.

Ormas Agama nan Tolak Izin Tambang

Meski bisa mendapat untung dari diberikannya izin untuk mengelola tambang, sejumlah ormas kepercayaan justru menolak pemberian izin tambang tersebut. Penolakan ini datang lantaran izin konsesi itu dianggap dapat merusak lingkungan. Adapun daftar ormas keagamaan nan menolak adalah sebagai berikut:

1. Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
Salah satu ormas keagamaan nan tolak izin tambang dari Jokowi adalah Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Ketum PGI Gomar Gultom menilai pemberian IUP kepada ormas keagamaan adalah corak komitmen pemerintah untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan sumber daya alam. Namun, dia mengingatkan bahwa mengurus tambang tidaklah mudah. 

“Dunia upaya tambang ini sangat kompleks, mempunyai akibat nan banget luas, dan diliputi beragam kontroversi di dalamnya,” ujar Gomar kepada Tempo di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024. 

Kekhawatiran bakal kerusakan lingkungan nan ditimbulkan dari pertambangan batu bara juga menjadi dasar PGI tak menerima izin pengelolaan tambang. Terlebih, selama ini PGI aktif mendampingi korban-korban kebijakan pembangunan, termasuk tambang. Dengan menjadi pelaku upaya tambang, Gomar beranggapan organisasinya bakal sangat rentan kehilangan legitimasi moral. 

2. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

Sekretaris Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastoral Migran-Perantau KWI, Marten Jenarut mengungkapkan pengelolaan tambang tak sesuai dengan tugas KWI sebagai lembaga di bagian keagamaan. Sejak didirikan pada 1924, menurut dia, KWI bermaksud untuk mengatur peribadatan umat Katolik di Indonesia dan menyelenggarakan program kemanusiaan. 

“Dalam konteks konsistensi terhadap jati diri dan muruah KWI sebagai ormas keagamaan, tidak menerima tawaran pemerintah untuk memegang IUP pertambangan,” kata Marten kepada Koran Tempo. 

Menurut Marten, menjadi bagian dari pelaku upaya tambang dapat memicu bentrok kepentingan lantaran KWI juga berkedudukan mengawal manajemen pembangunan nan dilakukan oleh pemerintah. KWI berambisi kegiatan-kegiatan pembangunan dilaksanakan dengan berdasarkan prinsip moral etis dalam gereja Katolik. 

Prinsip nan dimaksud antara lain menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, berorientasi pada kepentingan publik, serta menjamin keutuhan alam. “Dalam semangat tahu diri bahwa KWI merupakan lembaga keagamaan, dengan segala hormat, kami menolak tawaran itu,” ucap Marten. 

3. Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI)

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar (PB) NWDI, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mengatakan pihaknya tidak bakal mendaftar untuk mendapatkan izin upaya pertambangan. Meskipun begitu, menurut dia, pemberian WIUPK kepada ormas keagamaan memang bermaksud baik agar dapat dilibatkan dalam proses pembangunan. 

“Untuk Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah sendiri belum ada rencana untuk mendaftar mengenai izin pengelolaan tambang,” kata TGB dalam pesan bunyi kepada Tempo, Ahad, 9 Juni 2024. 

TGB menilai NWDI tidak mempunyai keahlian dan manajemen untuk mengurus upaya pertambangan. Di sisi lain, penolakan lantaran maqashid syariah alias tujuan-tujuan hukum untuk kemaslahatan umat meminta agar manusia menjaga alam dari kerusakan. 

“Pengelolaan lingkungan itu adalah bagian dari tujuan utama syariat. Artinya, kepercayaan itu sangat concern (menaruh perhatian) kepada pemeliharaan lingkungan,” ucapnya. 

4. Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)

Penolakan juga datang dari HKBP. Eforus HKBP, Robinson Butarbutar mengatakan pihaknya menolak izin tambang lantaran merasa ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan nan telah dieksploitasi oleh manusia. HKBP menilai pertambangan telah lama terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan alam hingga pemanasan bumi (global warming). 

Oleh lantaran itu, HKBP mendorong pemerintah untuk segera beranjak ke penggunaan sumber daya hijau, seperti angin dan daya surya. Ormas keagamaan itu pun meminta pemerintah agar bertindak tegas terhadap pelaku upaya tambang nan telah merusak lingkungan. 

“Bersama ini, kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan bahwa HKBP tidak bakal melibatkan diri sebagai gereja untuk bertambang,” ujar Robinson kepada Koran Tempo. 

5. Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)

Melansir dari Teras.id, Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada mengungkapkan belum ada pembicaraan mengenai penawaran pemerintah untuk PMKRI mengelola tambang. Kalaupun ada, Natalia memastikan PMKRI bakal menolak tawaran tersebut.

“Pertimbangan paling mendasar adalah kami tidak mau independensi PMKRI sebagai organisasi kemahasiswaan, pembinaan dan perjuangan terkooptasi dengan kepentingan-kepentingan upaya tambang. Berbagai persoalan nan diakibatkan oleh operasi industri pertambangan bakal terus kami sikapi dan kritisi,” ujar Natalia.

Iklan

Dia juga mengungkapkan PMKRI memandang adanya tumpang tindih antara UU Minerba dan PP No 25 tahun 2024 nan baru disahkan Jokowi tersebut. Oleh lantaran itu, PMKRI menilai patokan tersebut berpotensi menimbulkan bentrok mendatar nan lebih besar di kemudian hari.

“Jadi jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan nan ada dan bakal sangat paradoks dengan kerja-kerja nan kami lakukan selama ini, ialah menjaga kedaulatan lingkungan,” kata dia.

6. Muhammadiyah

Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Pusat alias PP Muhammadiyah menilai pemberian WIUPK untuk ormas keagamaan melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Undang-undang itu mengatur tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Administrasi Pemerintahan).

“Wewenang Menteri Investasi/Kepala BKPM memberikan WIUP kepada pelaku upaya termasuk badan upaya nan dimiliki oleh ormas tidak berdasar menurut hukum,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, dalam legal opinion kepada PP Muhammadiyah nan dikutip pada Ahad, 9 Juni 2024. 

Kendati demikian, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, belum ada pembicaraan Pemerintah dengan pihaknya mengenai kemungkinan pengelolaan tambang, “Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah bakal dibahas dengan saksama,” kata Mu’ti, Senin, 3 Juni 2024.

Ormas Agama nan Terima Izin Tambang

Di samping penolakan atas pemberian izin tambang, ada juga beberapa ormas keagamaan nan menerima dan menyambut baik publikasi patokan tersebut. Salah satunya adalah organisasi Persatuan Islam (Persis).

Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis, Atip Latipulhayat menyatakan bahwa Persis menyambut baik langkah pemerintah tersebut. Ia pun menyatakan Persis membentuk badan upaya jika diberi izin pengelolaan tambang oleh pemerintah. Selain Persis, berikut beberapa ormas keagamaan nan terima izin tambang dari Jokowi.

1. Nahdlatul Ulama 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama alias (PBNU) Yahya Cholil Staquf membeberkan argumen organisasinya menerima pemberian izin tambang dari Presiden Joko Widodo. Alasan utama Gus Yahya –sapaan Yahya Cholil Staquf— lantaran PBNU memerlukan biaya untuk membiayai operasional beragam program dan prasarana Nahdlatul Ulama.

“Pertama-tama saya katakan, NU ini butuh, apapun nan halal, nan bisa menjadi sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis, 6 Juni 2024.

Pemberian izin konsesi tambang kepada PBNU ini berasal dari janji Presiden Jokowi saat muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021. Saat itu, Jokowi berjanji bakal membagikan IUP, baik tambang batu bara, nikel, maupun tembaga kepada NU.

2. Mathla'ul Anwar

Pengurus Besar Mathla'ul Anwar, organisasi keagamaan nan menjadi bagian dari Nahdlatul Ulama mendukung kebijakan pemerintah mengenai dengan izin upaya tambang untuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Hal itu disampaikan Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar, Embay Mulya.

“Mathla'ul Anwar siap mendukung dan proaktif melaksanakan kebijakan ekonomi berkeadilan di tengah masyarakat Indonesia, terutama membantu pendidikan, dakwah, dan sosial,” kata Ketua Umum PB Mathla'ul Anwar Embay Mulya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, 8 Juni 2024.

3. Nahdlatul Wathan (NW)

Ketua umum Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Wathan Maulana Syaikh TGKH. L. Gede Muhammad Zainuddin Atsani mengatakan, organisasinya menyambut baik dan mengapresiasi inisiasi pemerintah nan memprioritaskan ormas keagamaan untuk mendapatkan IUP. 

“Untuk membesarkan organisasi, mesin organisasinya kudu bekerja. Karena banyak sekali pihak-pihak nan hanya mau menerima hasil, tanpa mau mengeluarkan keringat. Kami di Nahdlatul Wathan tidak mau seperti itu, hanya duduk-duduk lampau menerima hasil,” kata dia dalam rilis nan diterima Tempo.co, Selasa, 11 Juni 2024.

Gede Muhammad mengungkapkan, Nahdlatul Wathan (NW) sudah mempunyai beberapa unit upaya untuk menopang aktivitas organisasi. Mulai dari percetakan, toko dan distributor, kesehatan, teknologi hingga perkebunan sawit di Sulawesi dan Kalimantan.

Ia menyebutkan, organisasinya sudah lama merencanakan bakal masuk ke ranah unit upaya pertambangan. Hanya saja selama ini sedang konsentrasi mempersiapkan SDM nan bisa untuk menjalankannya dan memperkuat jaringan bisnis.

“Dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024, Insya Allah Nahdlatul Wathan bakal segera mengusulkan perizinan WIUPK. Niat pemerintah sudah bagus kok, jadi janganlah sedikit-sedikit kita selalu curiga. Diberikan jalan nan legal untuk kemandirian ekonomi dan kemaslahatan umat, tapi kok pemerintah dituduh macam-macam. Ini nan membikin kita selalu jalan ditempat dan selalu jadi penonton,” kata dia.

RADEN PUTRI | TIM TEMPO | TERAS.ID

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis