Devisa Hasil Ekspor Wajib Parkir 1 Tahun, Mendag: Enggak Ada Masalah

Sedang Trending 4 jam yang lalu

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Budi Santoso angkat bicara ihwal keputusan pemerintah memperpanjang penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sebesar 100 persen di dalam negeri untuk satu tahun. Ia mengklaim, kebijakan itu tak bakal berpengaruh negatif terhadap keahlian ekspor.

“Enggak, enggak (memengaruhi keahlian ekspor). Saya pikir tidak ada masalah lantaran itu kebijakan pemerintah,” ujar Budi Santoso kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Rabu, 22 Januari 2025.

Baca buletin dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebijakan ini dikhawatirkan sejumlah pengusaha bakal menganggu operasional mereka lantaran susah memperoleh cashflow alias arus kas secara cepat. Ujungnya, keahlian ekspor dikhawatirkan bakal terganggu.

Sayangnya, Budi Santoso enggan berkomentar banyak ihwal kenaikan devisa hasil ekspor nan wajib disimpan di Indonesia ini. Ia justru berujar, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah banyak menjelaskan seluk-beluk kebijakan ini.

Kendati begitu, pejabat pekerjaan nan belum lama ini didaulat menjadi kader Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan, pada prinsipnya pemerintah bakal menerapkan kebijakan ini dengan baik. Wajib parkir devisa hasil ekspor, kata dia, justru untuk kepentingan ekspor itu sendiri.

Pemerintah sebelumnya mewajibkan eksportir menyimpan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 100 persen di dalam negeri dalam kurun waktu satu tahun. Airlangga mengatakan pemisah minimalnya sebesar US$ 250 ribu.

“(Wajib mengendapkan DHE SDA) 100 persen. Retainer dalam negeri 100 persen. (Nominal) di atas US$ 250 ribu,” kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Januari 2025.

Kebijakan ini berbeda dari patokan sebelumnya, ialah eksportir paling sedikit memarkirkan DHE SDA sebesar 30 persen selama minimal tiga bulan. Namun, Airlangga menjanjikan bahwa pemerintah bakal memberikan banyak insentif kepada para eksportir. Termasuk insentif untuk perbankan, salah satunya pengaturan mengenai cash collateral.

“Dari perbankan diberi akomodasi cash collateral dan penggunaan cash collateral tidak masuk dalam penggunakan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit), tidak mengurangi gearing ratio,” ujar Airlangga.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari aktivitas pengusahaan, pengelolaan, dan/atau pengolahan sumber daya alam, perusahaan eksportir nan memperoleh devisa hasil ekspor wajib menempatkan devisa tersebut ke dalam sistem finansial Indonesia, khususnya melalui bank-bank nan beraksi di Indonesia.

Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan tulisan ini.

Selengkapnya
Sumber Tempo.co Bisnis
Tempo.co Bisnis